Kerangka Tata Kelola Syariah pada Bank Syariah

Kerangka Tata Kelola Syariah pada Bank Syariah

GUSTANI.ID - Dalam rangka mewujudkan Pilar ke-3 dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah 2023-2027 yaitu Penguatan Karakteristik Perbankan Syariah khususnya untuk strategi Penguatan Tata Kelola Syariah, serta pilar ke-5 mengenai Penguatan Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Perbankan Syariah khususnya untuk strategi Pengaturan yang Berorientasi pada Ketahanan, Daya Saing dan Dampak Socio-Economic, dengan memperhatikan best practice dan/atau standar internasional, OJK mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola Syariah Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

POJK ini juga diterbitkan dalam rangka melengkapi framework tata kelola di BUS/UUS (Bank) yang akan mencakup tata kelola umum dan tata kelola syariah. Ketentuan mengenai tata kelola yang sifatnya umum akan mengacu pada POJK Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum (POJK Tata Kelola Bank Umum), sedangkan ketentuan tata kelola syariah akan mengacu pada POJK Tata Kelola Syariah ini.

POJK Tata Kelola Syariah ini telah diselaraskan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang diantaranya menempatkan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam kelompok yang sama dengan Dewan Komisaris dan Direksi. Dalam penyusunannya, selain mempertimbangkan masukan yang berasal dari pemangku kepentingan, POJK ini telah memperhatikan Pedoman Umum Governansi Entitas Syariah Indonesia tahun 2023 yang diterbitkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governansi dan standar IFSB-10 Guiding Principles on Shariah Governance Systems for Institutions Offering Islamic Financial Services dan draft revisinya. POJK Tata Kelola Syariah ini juga diharmonisasikan dengan POJK Tata Kelola Bank Umum yang telah diterbitkan sebelumnya. Secara umum ketentuan ini bertujuan untuk memberikan penguatan tata kelola dalam pemenuhan prinsip syariah dalam kegiatan usaha dan operasional Bank, antara lain melalui pengaturan mengenai kerangka tata kelola syariah serta penguatan wewenang, struktur dan fungsi DPS.

Sebagaimana Pasal 4 POJK Tata Kelola Syariah, Bank wajib memiliki kerangka tata kelola syariah yang diwujudkan paling sedikit melalui:

  1. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS;
  2. penerapan fungsi kepatuhan syariah;
  3. penerapan fungsi manajemen risiko syariah;
  4. penerapan fungsi audit intern syariah; dan
  5. pelaksanaan kaji ulang ekstern terhadap tata kelola syariah.
Fungsi kepatuhan syariah, fungsi manajemen risiko syariah, dan fungsi audit intern syariah merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi kepatuhan, fungsi manajemen risiko, dan fungsi audit intern di dalam Bank dan masing-masing fungsi bertanggung jawab kepada Direksi yang membawahkannya. Fungsi-fungsi tata kelola syariah tersebut dapat dibentuk menjadi satuan kerja tersendiri atau merupakan bagian dari satuan kerja terkait. Pada pelaksanaan tugasnya dalam pelaksanaan tata kelola syariah, fungsi kepatuhan syariah, fungsi manajemen risiko syariah, dan fungsi audit intern syariah tersebut menerima masukan, berkonsultasi, dan berkoordinasi dengan DPS.

1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS

DPS wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kerangka Tata Kelola Syariah dan prinsip tata kelola yang baik. DPS bertugas melakukan pengawasan untuk kepentingan Bank atas kebijakan dan jalannya pengurusan oleh Direksi agar sesuai dengan Prinsip Syariah dan bertanggung jawab atas pengawasan tersebut, serta memberikan nasihat kepada Direksi termasuk memberikan opini syariah terkait kegiatan Bank. DPS wajib menyampaikan laporan hasil pengawasan DPS kepada Otoritas Jasa Keuangan secara semesteran.

2. Penerapan fungsi kepatuhan syariah

Bank wajib memiliki fungsi kepatuhan syariah yang didukung oleh pejabat minimal setingkat Pejabat Eksekutif yang mempunyai pengetahuan dan/atau pemahaman mengenai operasional perbankan syariah dalam pelaksanaan fungsi kepatuhan syariah. Tugas dan tanggung jawab fungsi kepatuhan syariah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai pelaksanaan fungsi kepatuhan bank umum. 

3. Penerapan fungsi manajemen risiko syariah

Bank wajib memiliki fungsi manajemen risiko syariah yang didukung oleh pejabat minimal setingkat Pejabat Eksekutif yang mempunyai pengetahuan dan/atau pemahaman mengenai operasional perbankan syariah dalam pelaksanaan fungsi manajemen risiko syariah. Tugas dan tanggung jawab fungsi manajemen risiko syariah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah.

4. Penerapan fungsi audit intern syariah

Bank wajib memiliki fungsi audit intern syariah yang didukung oleh pejabat minimal setingkat Pejabat Eksekutif yang mempunyai pengetahuan dan/atau pemahaman mengenai operasional perbankan syariah dalam pelaksanaan fungsi audit intern syariah. Laporan hasil audit intern terkait pelaksanaan pemenuhan Prinsip Syariah disampaikan kepada DPS, direktur utama, dan Dewan Komisaris. Tugas dan tanggung jawab fungsi audit intern syariah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan fungsi audit intern pada bank umum.

5. Pelaksanaan kaji ulang ekstern terhadap tata kelola syariah

Bank wajib melakukan kaji ulang ekstern terhadap penerapan tata kelola syariah. Kaji ulang ekstern dilakukan oleh akuntan publik dan/atau kantor akuntan publik yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Kaji ulang ekstern dilaksanakan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun untuk periode bulan Juli sampai dengan bulan Juni tahun ketiga berikutnya. Penunjukan akuntan publik dan/atau kantor akuntan publik dalam melaksanakan kaji ulang ekstern dilakukan oleh Dewan Komisaris dengan memperhatikan rekomendasi komite audit. Bank wajib menyampaikan laporan hasil kaji ulang ekstern kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode kaji ulang ekstern berakhir. Bank wajib menindaklanjuti rekomendasi dari hasil kaji ulang ekstern.




Penerapan Indeks Kesehatan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)

Penerapan Indeks Kesehatan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)

GUSTANI.ID - Tanggal 18 September 2024 saya berkesempatan menjadi salah satu narasumber dalam acara Gebyar Tematik Online yang diadakan oleh Sekolah Amil Indonesia dalam rangka memperingati Milad ke-8 Sekolah Amil Indonesia. Tema yang saya sampaikan mengenai Penerapan Indeks Kesehatan OPZ. Disampaikan bersama Ust. Muhammad Hasbi Zaenal, Ph.D - Direktur PUSKAS BAZNAS RI.

Indeks Kesehatan Organisasi Pengelola Zakat (IKOPZ) merupakan suatu alat ukur yang dikembangkan oleh Puskas BAZNAS untuk mengukur kemampuan OPZ dalam melaksanakan kegiatan dan menjaga kelangsungan Lembaga. Indeks ini disusun dengan merujuk metode penilaian tingkat kesehatan pada entitas syariah lainnya, seperti bank syariah dan koperasi syariah. Adapun indikator dan variabel yang digunakan merujuk pada indeks - indeks OPZ yang telah dirilis oleh Puskas BAZNAS RI. Saya tercatat menjadi salah satu penyusun buku kajian Indeks Kesehatan Organisasi Pengelola Zakat (Ebook dapat didownload gratis).

Penilaian IKOPZ mencakup faktor keuangan dan manajemen. Faktor Keuangan IKOPZ diukur secara kuantitatif melalui rasio keuangan yang terdiri dari 4 variabel yaitu Aktivitas, Operasional, Likuditas, dan Pertumbuhan. Sedangkan Faktor Manajemen diukur secara kualitatif melalui penilaian dengan skala likert 1 – 5 atas 3 variabel yaitu Manajemen Umum, Manajemen Risiko, dan Kepatuhan Syariah. 

Penilaian IKOPZ dilakukan dalam beberapa tahapan berikut ini:

  1. Tahap I : Penetapan skor setiap indikator
  2. Tahap II : Penetapan peringkat setiap variabel
  3. Tahap III : Penetapan Peringkat Komposit Faktor Keuangan dan Faktor Manajemen
  4. Tahap IV : Penetapan Peringkat Komposit Indeks Kesehatan OPZ

Skala penilaian IKOPZ menggunakan skala pemeringkatan 1 – 5. Penetapan peringkat komposit IKOPZ dilakukan dengan Matrik Konversi atas peringkat IKOPZ Faktor Keuangan dan peringkat IKOPZ Faktor Manajemen. Kriteria penetapan peringkat komposit IKOPZ adalah sebagai berikut:


Indeks Kesehatan OPZ ini dapat dijadikan sebagai ukuran dalam menilai kinerja lembaga zakat baik BAZNAS atau LAZ. Penilaiannya dapat dilakukan secara mandiri (self asessement) oleh manajemen lembaga zakat untuk diungkapkan pada Laporan Keuangan Tahunan. Informasi ini dapat dijadikan bahan evaluasi oleh manajemen atau pihak lainnya.

Bagi lembaga zakat yang berminat untuk didampingi dalam proses penilaian tingkat kesehatan OPZ dapat menghubungi saya DIKONTAK.

PRODUK & JASA

KOLOM SYARIAH

KEISLAMAN

SERBA SERBI

AKTIVITAS PELATIHAN

AUDITING

AKUNTANSI SYARIAH

SEPUTAR AKUNTANSI