GUSTANI.ID - Salah satu perbedaan paling signifikan antara SAK EP dan SAK ETAP adalah terkait model penurunan nilai aset keuangan. Pengaturan terkait penurunan nilai aset keuangan pada SAK Entitas Privat (SAK EP) diatur pada Bab 11: Instrumen Keuangan Dasar paragraf 11.21 - 11.32. Salah satu jenis aset keuangan adalah pinjaman yang diberikan seperti kredit yang diberikan oleh BPR dan Koperasi Simpan Pinjam.
Penurunan nilai adalah suatu kondisi dimana terdapat bukti obyektif terjadinya peristiwa yang merugikan sebagai akibat dari satu atau lebih peristiwa yang terjadi setelah pengakuan awal kredit tersebut, dan peristiwa yang merugikan tersebut berdampak pada estimasi arus kas masa datang atas aset keuangan atau kelompok aset keuangan yang dapat diestimasi secara andal.
PPAP vs CKPN
Penurunan nilai kredit dalam SAK ETAP dikenal dengan istilah Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP) yang mengacu pada ketentuan regulator. Sedangkan dalam SAK EP menggunakan istilah Cadangan Kerugaian Penurunan Nilai (CKPN).
PPAP merupakan role based yang mengacu pada POJK 33/2018 menetapkan tarif PPAP sebagai berikut:
- Lancar 0,5%
- Dalam Perhatian Khusus 3%
- Kurang Lancar 10%
- Diragukan 50%
- Macet 100%
PPAP lebih fokus pada kebutuhan regulator (regulator puposed) dengan kriteria yang hanya berfokus pada kualitas kredit dan jenis agunan yang dapat menajdi pengurang PPAP (one size fits for all). Formula perhitungan PPAP sebagai berikut:
% Kualitas kredit x Baki Debet - Agunan diperhitungkan
Sedangkan CKPN merupakan principle based dimana entitas mengembangkan model berdasarkan hasil evaluasi penurunan nilai, serta lebih fikus pada kebutuhan akuntansi (accounting purposed). Terdapat dua model pendekatan penilaian CKPN yaitu Individual (individual assessment) dan Kolektif (collective assessment).
Kriteria penilaian didasarkan pada bukti obyektif penurunan nilai, tingkat signifikansi, professional judgement, serta risk management. Kriteria penilaian berfokus pada kebutuhan kecukupan pencadangan berdasarkan credit risk (tidak berlaku one size fits for all). Adapun formulasi CKPN, berdasarkan model statistic yang dikembangkan oleh masing-masing BPR.
Evaluasi Penurunan Nilai - Individual
Bank wajib menentukan tingkat signifikansi kredit yang akan dievaluasi secara individual yang disertai dengan dokumentasi yang memadai yang harus dikaji ulang secara periodik. Dalam hal tidak terdapat bukti obyektif penurunan nilai dari kredit yang dievaluasi secara individual, maka kredit tersebut harus dimasukkan ke dalam kategori kredit yang akan dievaluasi penurunan nilainya secara kolektif. Dalam hal terdapat bukti obyektif penurunan nilai dari kredit yang dievaluasi secara individual namun tidak terdapat kerugian penurunan nilai, maka kredit tersebut tidak dimasukkan ke dalam kategori kredit yang akan dievaluasi penurunan nilainya secara kolektif. Contoh: ketika debitur berada dalam kondisi macet (tidak ada estimasi arus kas selain arus kas dari agunan), dimana nilai kini arus kas agunan sama dengan atau lebih besar dari nilai tercatat kredit.
Evaluasi secara individual didasarkan pada 2 konsep, yaitu:
a) estimasi jumlah kerugian kredit; dan
b) estimasi jumlah yang dapat diperoleh kembali (recoverable amount).
Estimasi jumlah kerugian kredit didasarkan pada seluruh informasi yang tersedia dan experienced credit judgement, serta memperhatikan berbagai faktor seperti:
- kekuatan finansial dan kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajiban (repayment capacity);
- jenis dan jumlah agunan;
- ketersediaan garansi; dan
- prospek usaha debitur di masa datang.
- Estimasi jumlah yang dapat diperoleh kembali didasarkan pada identifikasi arus kas masa datang dan estimasi nilai kini dari arus kas tersebut.
Metode Secara individual
Bank dapat menggunakan beberapa teknik untuk mengevaluasi penurunan nilai dan mengukur kerugian penurunan nilai, yaitu:
1) Discounted Cash Flow
Kredit yang telah mengalami penurunan nilai dicatat berdasarkan jumlah yang didiskonto (discounted value) dan bukan berdasarkan nilai buku, karena bank tidak akan dapat memperoleh kembali seluruh jumlah kredit yang telah diberikan kepada debitur. Jumlah yang didiskonto (discounted value) diperoleh dengan mengestimasi arus kas masa datang (mencakup pembayaran pokok dan bunga) yang didiskonto menggunakan suku bunga efektif awal dari kredit.
Untuk kredit bersuku bunga tetap, suku bunga kontraktual tidak berubah selama jangka waktu kredit. Oleh karena itu, suku bunga efektif dapat diidentifikasi setelah memperhitungkan seluruh biaya (termasuk perolehan fee) yang dapat diatribusikan secara langsung pada kredit. Suku bunga efektif tersebut tidak berubah dan digunakan untuk mengevaluasi kerugian penurunan nilai kredit.
Untuk kredit bersuku bunga mengambang (variable interest rate), dimana suku bunga kontraktual berubah dari waktu ke waktu bergantung pada suku bunga referensi, maka suku bunga efektif juga dapat berubah.
- Bank harus menetapkan estimasi kisaran jumlah dan/atau waktu kemungkinan perubahan suku bunga referensi.
- Namun, penggunaan suku bunga efektif yang berbeda dari waktu ke waktu dapat menyulitkan bank melacak terjadinya kerugian penurunan nilai.
- Sebagai alternatif, bank dapat menggunakan suku bunga efektif terkini pada saat terdapat bukti obyektif terjadinya penurunan. Suku bunga efektif tersebut dapat digunakan dalam mengevaluasi penurunan nilai selanjutnya.
- Pendekatan apapun yang digunakan, bank harus menerapkan secara konsisten dalam mengevaluasi penurunan nilai terhadap kredit dengan suku bunga mengambang.
2) Fair Value of Collateral
Kredit yang telah mengalami penurunan nilai juga dapat dicatat berdasarkan jumlah yang dapat diperoleh kembali (recoverable value). Dalam menentukan jumlah kredit yang dapat diperoleh kembali, bank dapat memperhitungkan arus kas masa datang dari pengambilalihan agunan, yaitu jika memenuhi salah satu kondisi berikut:
- Kredit bersifat collateral dependent, yaitu jika pelunasan kredit hanya bersumber dari agunan;
- Sulit untuk menentukan jumlah dan saat penerimaan arus kas masa datang yang berasal dari pokok kredit dan/atau bunga dengan andal; dan/atau
- Pengambilalihan agunan kemungkinan besar terjadi dan didukung dengan aspek legal pengikatan agunan.
Bukti terbaik dari nilai wajar agunan adalah berdasarkan kuotasi harga di pasar aktif.
- jika tidak tersedia kuotasi harga agunan di pasar aktif, maka bank dapat menggunakan harga dari transaksi terkini atas agunan serupa; dan
- jika tidak tersedia harga dari agunan yang serupa, maka bank dapat menggunakan teknik penilaian yang andal.
Bank harus menggunakan informasi yang tersedia untuk mengestimasi nilai wajar agunan seakurat mungkin, termasuk perkiraan waktu realisasi atau penjualan agunan tersebut. Nilai agunan yang dapat diperhitungkan adalah nilai yang terendah antara nilai wajar dan nilai pengikatan agunan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengestimasi nilai wajar agunan antara lain:
- Penunjukkan pihak independen (baik pihak internal bank maupun lembaga penilai) yang akan melakukan penilaian agunan;
- Identifikasi taksiran biaya yang terkait dengan penjualan agunan, misalnya legal costs;
- Identifikasi nilai agunan yang dapat direalisasi setelah memperhitung kan taksiran biaya penjualan;
- Penetapan waktu penjualan/realisasi agunan; dan
- Penetapan nilai kini dari hasil penjualan/realisasi agunan dalam hal terdapat jeda waktu (time lag) antara tanggal penentuan nilai wajar dan waktu penjualan/realisasi agunan.
Beberapa standar minimum yang harus dipenuhi dalam melakukan estimasi nilai wajar agunan mencakup:
- Deskripsi mengenai proses penilaian (appraisal process) yang dilakukan;
- Rincian penyesuaian terhadap harga penilaian (appraisal value), misalnya haircut/diskon atau estimasi biaya penjualan agunan;
- Penjelasan mengenai bagaimana bank memperoleh estimasi nilai wajar; dan
- Dokumentasi mengenai kualifikasi, keahlian, dan independensi perusahaan penilai (appraisal company).
3) Observable Market Price
Dalam kondisi dimana jumlah dan periode arus kas masa datang tidak dapat dipastikan dan kuotasi harga kredit di pasar aktif dapat diobservasi melalui informasi dan data pasar, maka harga pasar tersebut dapat digunakan sebagai nilai wajar kredit dengan memperhitungkan perkiraan waktu realisasi atau penjualan kredit tersebut. Pendekatan ini dapat digunakan untuk mengukur kerugian penurunan nilai, misalnya untuk kredit commercial real estate, dimana informasi dan data mengenai harga pasar properti tersebut tersedia setiap saat. Jika pendekatan ini digunakan, bank harus memiliki informasi yang lengkap mengenai jumlah, sumber informasi dan tanggal atas harga pasar tersebut.
Contoh CKPN Individual - Discounted Cash Flow
Outstanding kredit: Rp 100.000.000.000
Tenor: 24 bulan
Jenis kredit: investasi pembelian mesin
Bunga: 15% per annum
Provisi: 1% atau Rp 100.000.000
Angsuran pokok: semesteran
Angsuran bunga: bulanan
Biaya transaksi: Rp 20.000.000
Berdasarkan evaluasi periodik yang dilakukan bank, pada akhir September 2022 terdapat bukti obyektif terjadinya penurunan nilai kredit, yaitu kegagalan debitur membayar kewajiban bunga pada tanggal 30 September 2022. Berdasarkan bukti obyektif tersebut, bank melakukan kembali estimasi arus kas masa datang yang mungkin akan diperoleh yang selanjutnya didiskonto menggunakan suku bunga efektif awal untuk memperoleh nilai kini atas arus kas tersebut. Selisih kurang antara nilai tercatat kredit sebelum terdapat bukti obyektif penurunan nilai dan nilai kini estimasi arus kas masa datang merupakan cadangan kerugian penurunan nilai yang harus dibentuk.
EVALUASI PENURUNAN NILAI - KOLEKTIF
Evaluasi penurunan nilai terhadap kelompok kredit dilakukan berdasarkan estimasi arus kas kontraktual masa datang dan tingkat kerugian historis (historical loss rate atau historical net charge-off rate) dari kelompok kredit. Penetapan tingkat kerugian historis dapat dilakukan dengan menggunakan metode statistik berdasarkan internal loan grades masing-masing bank.
Perhitungan tingkat kerugian historis secara statistik menggunakan parameter berikut:
Probability of Default, yaitu tingkat kemungkinan kegagalan debitur memenuhi kewajiban, yang dapat diukur berdasarkan beberapa pendekatan, antara lain Migration Analysis, Roll Rates, Vintage Analysis, dan Default Rate. Umumnya yang digunakan adalah metode migration analysisi dan roll rate.
Roll Rates Analysis menggunakan internal loan grading system. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan menganalisis tingkat kerugian kredit pada setiap periode tunggakan (deliquency stage). Selanjutnya, tingkat Probability of Default (PD) dan Loss Given Default (LGD) dihitung berdasarkan asumsi bahwa pada kondisi hapus buku, PD dan LGD adalah sebesar 100% atau tidak akan tertagih (default). Namun, apabila berdasarkan data historis dapat diestimasi secara andal, bahwa bank dapat menagih sebagian porsi kredit yang sudah dihapusbuku (write-off) dimaksud, maka persentase PD dan LGD untuk kredit tersebut harus dikurangi dengan persentase tingkat pengembalian (recovery rate). Selanjutnya, tingkat PD dan LGD pada kondisi hapus buku tersebut digunakan untuk menghitung tingkat kerugian pada setiap periode tunggakan.
Dalam Roll Rates/Net Flow beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Tingkat kemungkinan debitur gagal memenuhi kewajiban dilihat dari perpindahan kredit ke bucket yang lebih buruk dari bulan ke bulan selama periode waktu tertentu. Untuk mendapat nilai yg tidak bias bank dapat menggunakan 3 tahun periode data.
- Pertama, bank harus menetapkan bucket berdasarkan jumlah hari tunggakan misalnya kredit dengan 0 hari tunggakan, 1 -30 hari tunggakan, 31 -60 hari tunggakan, dst sampai dengan bucket terburuk dalam portofolio kredit.
- Bank juga perlu memetakan perpindahan kredit sampai dengan kredit tersebut dilakukan hapus buku untuk melihat behavior dari setiap kategori berdasarkan risiko atau karakteristik kredit serupa
- Mekanisme perhitungan dilakukan dengan perkalian antara bucket yg lebih baik pada periode t dengan bucket yg lebih buruk pada periode t+1 secara kumulatif.
- Probability of Default maksimal bernilai 100%
Migration Analysis menggunakan internal loan grading system (rating system) dan bukan berdasarkan pengalaman kerugian sebagaimana halnya pendekatan Historical Loss Rate. Pendekatan ini dilakukan dengan menganalisa tingkat migrasi outstanding kredit dari grade tertinggi ke grade terendah.
Migration Analysis
- Tingkat kemungkinan debitur gagal memenuhi kewajiban dilihat dari perpindahan kredit ke bucket yang lebih buruk dari tahun tertentu ke 1 tahun berikutnya. Untuk mendapat nilai yg tidak bias bank dapat menggunakan 3 tahun periode data.
- Praktik secara umum, bank menetapkan bucket berdasarkan kualitas kredit yaitu kualitas 1 s.d. 5, data hapus buku, dan data penerimaan kredit.
- Mekanisme perhitungan PD menggunakan perkalian joint probability untuk sebuah bucket berbasis pada transition rate yang berada pada bucket yang lebih buruk di bawah bucket yang akan dihitung PDnya
- PD yang akan digunakan untuk perhitungan CKPN adalah rata-rata PD yang diperoleh dari transisi historis di masing-masing bucket.
- Probability of Default maksimal bernilai 100%
Loss Given Default, yaitu besarnya tingkat kerugian yang diakibatkan kegagalan debitur memenuhi kewajiban, yang dapat diukur berdasarkan beberapa pendekatan, antara lain Expected Recoveries, Collateral Shortfall, dan Loss on Disposal.
Expected Recoveries
Metode ini didasarkan pada rata-rata tingkat pengembalian (recovery rate) yang didapat dari kredit yang telah mengalami default/hapus buku.
Langkah-langkah:
- Kumpulkan data hapus buku dan tingkat pengembalian yang berhasil ditagih oleh bank
- Recovery rate = tingkat pengembalian/total hapus buku
- LGD = 1 – recovery rate
Collateral Shortfall
Metode ini didasarkan pada rata-rata tingkat penjualan agunan yang didapat dari kredit yang telah default termasuk proyeksi nilai agunan untuk kredit default yang akan diselesaikan dengan penjualan agunan.
Apabila tingkat penjualan agunan lebih kecil dari jumlah kredit yang harus diselesaikan, maka selisihnya merupakan kerugian bagi bank (LGD).
KONSULTASI SEPUTAR PENERAPAN CKPN PADA BPR, BPRS, KSP, KSPPS BERDASARKAN SAK ENTITAS PRIVAT DAPAT MENGHUBUNGI SAYA DI 082357909050
Amazing.
ReplyDelete