GUSTANI.ID - Salah satu sikap yang harus dimiliki oleh seorang auditor dalam rangka menjalankan prinsip perilaku profesional serta kompetensi dan kehati-hatian profesional adalah skeptisisme profesional. SA 200 secara eksplisit mengharuskan auditor untuk merencanakan dan melaksanakan audit dengan skeptisisme profesional mengingat kondisi tertentu dapat saja terjadi yang menyebabkan laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material.
Standar Audit (SA) 200, mendefinisikan skeptisisme profesional sebagai:
"suatu sikap yang mencakup suatu pikiran yang selalu mempertanyakan, waspada terhadap kondisi yang dapat mengindikasikan kemungkinan kesalahan penyajian, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, dan suatu penilaian penting atas bukti audit”.
Sebagai suatu sikap, skeptisisme profesional pada dasarnya adalah suatu pola pikir yang mendorong perilaku auditor untuk mengadopsi pendekatan sikap selalu mempertanyakan ketika mempertimbangkan suatu informasi dan dalam menarik kesimpulan. Dalam hal ini, skeptisisme profesional dan prinsip-prinsip etika dasar terkait objektivitas dan independensi auditor tidak dapat dipisahkan.
Skeptisisme profesional mencakup kewaspadaan, sebagai contoh, bukti audit yang bertentangan dengan bukti audit lain yang diperoleh, atau informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang keandalan dokumen atau tanggapan terhadap permintaan keterangan yang digunakan sebagai bukti audit. Selanjutnya, termasuk kewaspadaan terhadap keadaan yang mengindikasikan adanya kemungkinan kecurangan, dan kondisi yang menyarankan perlunya prosedur audit tambahan selain prosedur yang disyaratkan oleh SA.
Skeptisisme profesional mempunyai peranan penting yang mendasar di dalam audit dan bentuk suatu bagian yang utuh dari kumpulan keahlian auditor. Skeptisisme profesional erat kaitannya dengan pertimbangan profesional. Keduanya penting untuk melaksanakan audit secara tepat dan merupakan kunci terhadap kualitas audit.
Skeptisisme profesional memfasilitasi penerapan yang tepat atas pertimbangan profesional oleh auditor, terutama dalam membuat keputusan tentang, misalnya:
- Sifat, saat dan luas prosedur audit yang akan dilaksanakan.
- Apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh, dan apakah pengevaluasian lebih lanjut dibutuhkan untuk mencapai tujuan dari SA.
- Pengevaluasian tentang pertimbangan manajemen dalam menerapkan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku bagi entitas.
- Penarikan kesimpulan berdasarkan bukti audit yang diperoleh, sebagai contoh, penilaian atas kewajaran estimasi yang dibuat oleh manajemen dalam menyusun laporan keuangan.
Terimakasih telah berkunjung ke blog Gustani.ID, Semoga bermanfaat !
EmoticonEmoticon