GUSTANI.ID - Sebagai lembaga intermediary keuangan, bank syariah memiliki kegiatan utama berupa penghimpunan dana dari masyarakat dengan menggunakan prinsip wadiah dan mudharabah. Kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam berbagai bentuk pembiayaan, baik melalui prinsip jual beli (murabahah, salam, istishna’), sewa (ijarah dan ijarah muntahiya biitamlik/IBMT), maupun melalui prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah). Ada pula produk jasa keuangan lain yang dilakukan bank syariah yang sifatnya fee based services seperti wakalah, kafalah, dan hawalah.
Terkait dengan beragamnya produk layanan syariah di atas, akan diuraikan mengenai perlakuan pajak penghasilan (PPh) atas produk penghimpunan dan penyaluran dana.
PPh atas Produk Penghimpunan Dana
Nasabah yang menyimpan dananya pada bank syariah, baik dalam bentuk giro dan tabungan yang menggunakan skema wadiah dan mudharabah, serta deposito syariah, tidak mendapat imbalan berupa bunga, melainkan akan mendapat imbalan dalam bentuk bonus dan bagi hasil.
Pasal 4 ayat (1) PMK 136/2011 menyatakan bahwa penghasilan yang diterima atau diperoleh nasabah penyımpan dari perbankan syariah dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk bonus, bagi hasil, dan penghasilan lainnya dikenai PPh sesuai ketentuan pengenaan PPh atas bunga. Dengan demikian, imbalan yang diterima oleh nasabah bank syariah dalam bentuk bonus, bagi hasil, dan penghasilan lainnya diperlakukan seperti penghasilan bunga di perbankan konvensional.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor dari Perbankan Syariah dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk bonus, bagi hasil, dan penghasilan lainnya atas: (a). dana yang dipercayakan atau ditempatkan; dan (b). dana yang ditempatkan di luar negeri melalui Bank Syariah atau unit usaha syariah yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang Bank Syariah luar negeri yang berkedudukan di Indonesia, dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga.
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh dijelaskan bahwa penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan dikenai pajak bersifat FINAL. Untuk tarifnya, diatur lebih lanjut dalam PMK No. 212/PMK.03/2018 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (PMK 212/2018).
Menurut PMK tersebut, penghasilan atas bunga deposito dan tabungan dikenakan PPh final sebesar 20% dari jumlah bruto terhadap wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), sedangkan untuk wajib pajak luar negeri dikenakan PPh final sebesar 20% dari jumlah bruto atau sesuai tarif P3B yang berlaku.
Namun pemotongan PPh final atas penghasilan bunga dan deposito tidak dilakukan terhadap:
- Bunga deposito dan tabungan, sepanjang jumlah deposito dan tabungan tersebut tidak melebihi Rp7.500.000;
- Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
- Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan, sepanjang dananya dipero leh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun; atau
- Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kapling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sepanjang untuk dihuni sendiri
PPh atas Produk Penyaluran Dana
Bank syariah memperoleh penghasilan dari penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan baik dalam dengan prinsip jual-beli (murabahah/salam/istisna'), sewa menyewa (ijrah, IMBT), bagi hasil (mudharabah/musyarakah), atau fee dari jasa perbankan. Penghasilan yang diperoleh adalah objek pajak penghasilan yang harus dibayarkan ke kas negara. Pasal 3 ayat (2) PMK 136/2011 menyatakan bahwa penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh perbankan syariah dari kegiatan/transaksi nasabah penerima fasilitas, termasuk bonus, bagi hasil, margin keuntungan, dan imbalan lainnya merupakan objek PPh dan akan dikenai PPh sesuai ketentuan pengenaan PPh atas bunga.
Bonus, bagi hasil, dan margin keuntungan yang diterima atau diperoleh Perbankan Syariah dari kegiatan/transaksi Nasabah Penerima Fasilitas merupakan objek Pajak Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga
Dengan demikian, pendapatan dari pembiayaan akan diakumulasi bersama dengan penghasilan lainnya untuk menghitung PPh Badan dengan tarif 25%. Namun, sesuai dengan Pasal 23 ayat (4) huruf a UU PPh, penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank tidak perlu dilakukan pemotongan PPh Pasal 23, sehingga keuntungan yang diterima oleh bank syariah dari pembiayaan tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23.
Perlu dicatat, apabila objek yang disewakan dalam pembiayaan Ijarah oleh bank syariah berupa tanah dan bangunan, maka atas pembayaran sewa oleh lessee kepada bank Syariah akan dilakukan pemotongan PPh final sebesar 10% sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh jo. Pasal 4 ayat (1) PP No. 34 Tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (PP 34/2017)
Terimakasih telah berkunjung ke blog Gustani.ID, Semoga bermanfaat !
EmoticonEmoticon