GUSTANI.ID - Tidak lagi dipungkiri bahwa perkembangan ekonomi di era saat ini begitu cepat dan masif. Ditunjukan dengan gedung-gedung pencakar langit yang menjulang dikota-kota besar. Moda transportasi yang semakin canggih. Alat telekomunikasi yang semakin memudahkan manusia untuk berinterakhir satu sama lain, meski berbeda tempat. Namun sangat disayangkan, dibalik gemerlap dunia bisnis dan teknologi yang sangat pesat, terdapat beberapa isu etika dalam bisnis yang banyak diabaikan oleh pelaku bisnis demi meraih keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Banyak pengusaha yang mengabaikan etika bisnis, sehingga berdampak pada keresahan di masyarakat, bahkan ada yang menjadi bumerang bagi perusahaan yang menyebabkan kebangkrutan.
Berikut ini adalah 18 isu pelanggaran etika bisnis yang menyebabkan keresahan dimayarakat yang dikumpulkan dari berbagai media online.
ISU – ISU ETIKA BISNIS
1.
Isu Penistaan
Agama
2.
Isu Lingkungan –
Pencemaran Udara
3.
Isu Lingkunagn -
Sosial
4.
Isu Ketenagakerjaan
– Ras
5.
Isu
Ketenagakerjaan – Agama
6.
Isu
ketenagakerjaan - Gender
7.
Isu Hak-Hak
Sipil (Civil Right)
8.
Isu Etika
Perubahan Kerja (Changing Work Ethic)
9.
Isu Hak Asasi
Manusia (Human Rights)
10.
Isu Korupsi (Corruption)
11.
Isu Suap (Bribery)
12.
Isu Pembajakan
Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual
property theft )
13.
Isu Keselamatan
Kerja
14.
Isu Kecurangan
dalam Keuangan (Financial Fraud)
15.
Isu Pemalsuan
Dokumen
16.
Isu Perlindungan
Konsumen
17.
Isu Kejahatan
Dunia Maya (Cyber Crime)
18.
Isu Hukum (Laws)
CONTOH ISU ETIKA BISNIS
ISU
KE-1 : ISU PENISTAAN AGAMA
SANDAL BERMOTIF LAFAZ “ALLAH”
Contoh Isu Penistaan Agama pada Bisnis |
2015 - Kemunculan sandal bermotif lafadz “Allah” mengundang reaksi banyak pihak. Sebuah produksi sandal bermotif mirip lafadz “Allah” membuat warga di Kota Malang, Jawa Timur. Adapun penemuan tersebut bermula dari laporan pesan singkat KH. Lutfi Bashori, Pangasuh Pondok Pesantren Ribath Al Murtahla Al Islami Singosari Malang kepada kepolisian pada Minggu (11/10/2015) terkait adanya sandal bermotif lafadz “Allah”. Akhirnya pada Senin, (12/10/2015), Polres Surabaya pun melakukan pemeriksaan di kawasan pergudagan Margomulyo, Surabaya guna menindaklanjuti laporan dan informasi yang telah beradar ramai di sosial media itu. Lantaran, tak ditemukan, pemeriksaan pun dilanjutkan di kawasan Wringinanom, Gresik yang dilakukan oleh Polres Gresik pada Senin, (12/10/2015). Hasilnya, ditemukan ribuan sandal berlafadz “Allah” tersebut. Setidaknya ada 300 pasang sandal disita kepolisian dari Resor Gresik pada Senin, 12 Oktober 2015 lalu. Tak pelak, temua itu menimbulkan banyak tanggapan dari masyarakat. Menurut sang pelapor, KH. Lutfi Bashori, sandal tersebut telah melecehkan umat islam. Karena mencatumkan lafadz Allah di alas bawahnya. Ratusan aparat penegak hukum sendiri sudah bersiaga di lokasi pabrik bernama PT Pradipta Perkasa Makmur yang diduga menjadi tempat produksi sandal bermotif lafadz “Allah” itu guna berjaga-jaga untuk mengantisipasi adanya protes dari warga. Hingga kini, pihak perusahaan sendiri masih belum memberikan komentar terkait hasil produksi mereka. Bahkan diduga sandal bermotif lafadz “Allah” itu telah beredar luas di Jawa Timur dan sejumlah provinsi lainnya, lantaran saat pemeriksaan masih ditemukan 300 pasang sandal siap edar. Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur telah meminta Kapolda Jatim, Irjen Pol Anton Setiajie untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Surat yang diserahkan oleh MUI Jatim pada staf Kapolda di Markas Polda Jatim pada Selasa, (13/10/2015), pukul 16.00 WIB itu berisikan agar Kapolda segera menangkap tersangka karena telah melakukan penistaan agama.
ISU
KE-2 : ISU LINGKUNGAN – PENCEMARAN
UDARA
KASUS KABUT
ASAP RIAU
2015 - Pengamat Hukum
Internasional Universitas Riau (UNRI), Maria Maya Lestari SH, MSc, MH berpendapat
kasus kabut asap di Riau bukan termasuk bencana alam melainkan pencemaran udara
akibat ulah manusia. Ia mengatakan, itu terkait kasus asap saat ini di Riau
makin parah menyusul seluas 11.128 hektare lahan hutan dan perkebunan serta
semak belukar di Provinsi Riau telah terbakar sejak empat pekan terakhir,
menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sedangkan satelit
NOAA 18 milik Amerika yang dioperasikan Singapura pada Selasa (4/3) mendeteksi
48 titik panas (hotspot) di daratan Sumatera, 27 titik --jumlah ini terus
meningkat-- di wilayah Provinsi Riau. Menurut Maria, makin bertambahnya titik
api di Riau membuktikan penanganannya sangat lambat disertai alasan klise tidak
ada dana dan kemampuan mematikan titik-titik api yang ada. Padahal PP
nomor 41 tahun 1999, kata dia, menjelaskan bahwa sumber pencemar yang
dimaksud adalah sumber pencemar adalah setiap usaha dan atau kegiatan yang
mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Ia memandang bahwa pendefinisian tentang kasus
asap di Riau penting, karena bagaimana penegakan hukum terhadap asap akan dapat
berjalan dengan baik dan tepat, bila dari penyebutan asap sebagai sebuah
bencana hanya akan membuat perubahan paradigma bahwa asap terjadi karena alam
itu sendiri yang marah seperti gempa bumi, gunung meletus ataupun tsunami.
Kasus asap saat ini adalah merupakan tindakan perusakan lingkungan terutama
pembakaran lahan gambut yang menimbulkan dampak pencemaran terhadap udara. Ia menambahkan
bahwa asap di Provinsi Riau dan kota-kota lainnya di Indonesia sudah terjadi
sejak tahun 1997 sampai sekarang. Hanya saja kasus 1997 merupakan gejala
kebakaran lahan yang menimpa seluruh dunia akibat gejala el-nino menimpa negara
tropis. Namun demikian, kondisi kebakaran lahan selama lebih dari lima tahun
terakhir bencana asap di Indonesia setiap musim kemarau merupakan dampak dari
tindakan pembukaan lahan gambut (land clearing) mengingat pascapembakaran lahan
sudah dapat dipastikan "berbanding lurus" dengan meningkatnya luas
lahan sawit di lahan sisa pembakaran. Merujuk dari dua kasus di atas yang
menjadi pertanyaan adalah termasuk kemanakah bencana asap yang terjadi selama
lima tahun terakhir di negara ini?. Secara Yuridis, penanggulangan bencana
diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2007, yang membagi bencana dapat dibagi atas
tiga kategori yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. Dari
kasus bencana asap yang terjadi di tahun 1997 dapat dikategorikan bencana alam
karena bila melihat dari sudut pandang sebab dan akibatnya adalah merupakan
bencana alam karena disebabkan oleh gejala alam itu sendiri (el-nino/udara
kering dan panas) sehingga menyebabkan hutan-hutan dan lahan gambut mudah
tersulut api dari gesekan dahan-dahan kering yang dapat menimbulkan percikan
api. Sehingga wajar seluruh negara terutama negara-negara ASEAN, sampai dengan
level nasional dan daerah turut serta melakukan penanggulangan.
ISU KE
– 3 : ISU LINGKUNGAN – SOSIAL
KASUS
SALIM KANCIL
2015 - Pada Sabtu (26/9/15), petani
pejuang penolak tambang pasir, di Desa Selok Awar-awar, Lumajang, Salim Kancil,
tewas mengenaskan sedang warga lain, Tosan, mengalami luka serius. Kini Tosan
dirawat intensif di RS Mawardi, Malang. Dari keterangan Walhi Jawa Timur,
menyebutkan, saat warga desa hendak menghadang kegiatan tambang pasir, diduga
oknum kepala desa mengerahkan preman sekitar 30 orang untuk mengintimidasi
warga. Seorang petani, Salim, dibawa dan dikeroyok dengan kedua tangan terikat.
Mayatnya ditemukan di tepi alan dekat perkebunan warga. Korban lain,
Tosan. Dia dijemput dari rumah dan dianiaya. Dia sempat melawan tetapi dihajar
beramai-ramai. Bersyukur, berhasil diselamatkan warga dan dilarikan ke rumah
sakit. Muhnur Satyahaprabu, Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi
Nasional di Komnas HAM Jakarta, Senin, (28/9/15) mengatakan, konflik pertambangan
di Lumajang sudah lama terjadi. Laporan warga menolak tambang kepada Walhi
hampir dua tahun lalu. Mereka menolak karena khawatir pertambangan mengancam
produksi pertanian. Pertambangam sudah berjalan sejak 2014. Mulanya, warga
mendapat undangan Kades Selok Awar-awar untuk sosialisasi wisata Watu Pecak.
Yang terjadi, malah penambangan marak disana. Aksi penolakan tambang
dilakukan. Pada 9 September 2015, warga aksi damai tolak tambang. Keesokan
hari, pengancaman terbuka terjadi. Pada 11 September, perwakilan masyarakat
melaporkan intimidasi dan pengancaman kepada Polres Lumajang. Pada 9 September,
Polres Lumajang merilis penanganan kasus, termasuk tim penyidik. Pada 21
September, warga lapor pertambangan ilegal. Sebenarnya, kata Munhur, pengaduan
tertulis soal penolakan tambang sudah disampaikan kepada polisi, DPRD,
kementerian bahkan Presiden. Bahkan, saat audiensi dengan DPRD, berjanji
membentuk tim tetapi tak ada realisasi hingga sekarang.
KASUS
KE – 4 : ISU
KETENAGAKERJAAN – RASISME
Iklan Bernada Rasis Terhadap TKI Di Malaysia
2015 - Sahabat pasti tahu betul kan manfaat
asisten rumah tangga untuk membantu mengerjakan urusan rumah kita sehari-hari?
Yup mengingat jasa-jasa asisten rumah tangga tersebut, seharusnya kita
mengormati mereka dan tidak pernah sekalipun merendahkan atau menghina mereka.
Namun sayangnya hal tersebut tidak dirasakan oleh saudar-saudara TKI kita di
Malaysia sana. Baru-baru ini, media sosial dihebohkan dengan iklan bernada
rasis yang ditujukan untuk para TKI khusunya pembantu rumah tangga di negri
Jiran tersebut. Adalah iklan penyedot debu listrik dari RoboVoc yang memancing
keegraman masyrakat Indonesia terhadap Malaysia. Bak menagguk di air keruh,
iklan bernada rasis yang mengikuti promosi vacum cleaner tersebut kembali
memanskan hubungan antara Indonesia dengan Malaysia. Bagiaman tidak, dalam
tagline iklan tersebut pihak RoboVoc secara provokatif menulis “FIRE YOUR
INDONESIA MAID NOW” atau jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesai berarti,
“pecat pembantu Indonesia Anda sekarang”. Terang saja hal tersebut mengundang
keprihatinan dan rekasi keras dari masyarakat Indonesia. Masyarakat meminta
presiden Jokowi yang sedang mengadakan pertemuan di Malaysia untuk
menindaklanjuti iklan dengan nada rasis yang melecehkan tersebut. Selain itu,
masyarakat juga meminta presiden untuk melakukan somasi terhadap RoboVoc
sebagai pihak yang dengan sangat frontal mmebuat iklan yang berbau rasisme
tersebut. Kedutaan besar Indonesia di Malaysia sendiri telah berekasi dan
meminta pihak Malaysia untuk menarik iklan tersebut dari peredaran. Pihak
Malaysia sepertinya tidak ingin menambah panas suasana. Mereka telah menarik
iklan tersebut dari peredaran. Namun ternyat, masyrakat Indonesia telah
terlanjur tersakiti atas pelecehan yang terjadi terhadap pahlawan devisa
tersebut. Tak ayal kemarahan masyrakat ini kemudian berimbas kepada situs resmi
RoboVac. Situs tersebut sempat down dan dikuasai oleh hacker Indonesia. Disitus
tersebut kemudian tertulis ““Please be nice to our sisters, they have family,
they have kids. They are all need to eat, need to school, need to live, not
like your rob-bot [sic],” (Tolong, bersikaplah baik kepada saudara-saudara
kami, mereka punya keluarga,mereka punya anak-anak. Mereka semua butuh makan,
butuh sekolah, butuh untuk hidup, tidak seperti robot anda) bunyi teks yang
diberi label “Warning” . (http://www.beranda.co.id/sedih-ada-iklan-bernada-rasis-terhadap-tki-di-malaysia-pantaskah/4811/)
ISU KE – 5 : ISU KETENAGAKERJAAN – AGAMA
Marjinalisasi
Buruh: Nekat Shalat Jumat, Dipecat
2013 - Kasus bermula dari kebijakan PT.
Hasil Fastindo yang dianggap melanggar hak para buruh yang ingin menjalankan
sholat Jumat. Keinginan ibadah tanpa diskriminasi ini kemudian direspon dengan
kebijakan yang mengatur jadwal ibadah sholat Jumat secara bergilir sehingga
tiap karyawan pria yang beragama Islam hanya bisa melaksanakan sholat Jumat
sekali dalam tiga minggu. Jika kebijakan ini dilanggar maka sanksi PHK akan
melayang pada para buruh. Dua orang buruh yang di-PHK karena menentang
kebijakan tersebut adalah Saiful Romadhon dan Christian Dicky Susanto. Keduanya
merupakan anggota Serikat Buruh Kerakyatan (SBK). Seorang buruh PT. Hasil
Fasstindo, Mahfud Zakaria, yang juga sekaligus sebagai sekretaris dari SBK
memimpin demo untuk menentang kebijakan tersebut pada tanggal 15 Maret 2012.
Tidak hanya demo, namun Mahfud juga melaporkan PT. Hasil Fastindo ini ke pihak
Dinas Tenaga Kerja. Tuntutan yang dilayangkan pihak buruh ini adalah
nondiskriminasi atas buruh dalam melaksanakan ibadah berdasar dengan pasal 28 Junto
Pasal 43 UU 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh dan Hak Asasi Manusia yang
diatur dalam UU 39/1999 (change.org). Namun hal tersebut tidak berbuah manis
dengan adanya laporan oleh PT. Hasil Fastindo ke Polda Jatim yang ditujukan
pada Mahfud Zakaria atas tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik. Tuduhan oleh
pihak Mahfud yang dirasa tidak kuat itu serta tidak adanya tindakan lanjut oleh
Dinas Tenaga Kerja berlanjut pada meja hijau. Pada tanggal 12 Januari 2013,
perkara ini diproses dan menetapkan Mahfud Zakaria sebagai tersangka atas
pencemaran nama baik. Akhirnya sidang pun digelar untuk memproses perkara
buruh ini. Oleh Jaksa, Mahfud dianggap tidak memiliki bukti yang kuat sehingga
ia dituntut 4 tahun penjara berdasar 311 ayat 1 KUHP. Jalannya konflik ini
dirasa aneh oleh sebagian pihak, karena proses penanganan perkara Mahfud jauh
lebih cepat dibanding penanganan Disnaker terhadap kasus kebijakan PT Hasil
Fastindo. Alhasil, kondisi ini pun memunculkan pro dan kontra. Puluhan buruh
yang tergabung dalam Serikat Buruh Kerakyatan (SBK) mengecam penetapan status
Mahfud Zakaria sebagai tersangka. Berbagai aksi protes pun dilakukan.
Koordinator SBK, Andi Peci, menyatakan bahwa penetapan tersebut sangat tidak
realistis. Padahal Mahfud dipandang telah memperjuangkan kepentingan buruh yang
telah dirugikan oleh adanya kebijakan sholat jum’at tersebut. Namun setelah
sekian lama kasus berjalan, pada akhirnya Mahfud justru ditetakan oleh
tersangka. Tidak hanya itu, dukungan terhadap Mahfud pun mengalir dari lembaga
seperti MUI sebagai tuntutan atas penistaan agama. Demo pun dilaksanakan
untuk memprotes keputusan yang menyatakan Mahfud sebagai tersangka ini. Kondisi
ini segera direspon oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya. Kejari menegaskan
akan mengusut kasus yang menjerat Mahfud ini. Bahkan Kejari siap menyidangkan
kasus tersebut ke Pengadilan Negeri Surabaya. Respon ini segera dilancarkan
setelah dikirimkannya tuntutan balik oleh kelompok SBK beserta delapan
organisasi masyarakat lainnya. Mereka menuntut kasus pelarangan solat jumat
tersebut dicabut dan Mahfud dibebaskan dari dari proses hukum (Hermawan, 2013).
(http://koranopini.com/antitesis/marjinalisasi-buruh-nekat-shalat-jumat-dipecat)
ISU KE – 6 :
ISU KETENAGAKERJAAN – GENDER
Dipecat Saat Hamil Tua
2011 — Nasib sial tengah menimpa Nurely Yudha
Sinaningrum alias Naning, yang tengah hamil tua. Naning yang merupakan staf
ahli anggota Dewan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
Itet Tridjajati, dipecat dengan alasan kinerjanya kurang bagus. Naning sendiri
mengakui, kinerjanya menurun karena sedang hamil. Namun, ia berharap mendapatkan
cuti kehamilan, bukan di PHK secara sepihak. Ia mengaku baru mendapat jatah
tunjangannya pada bulan Juli lalu.
Naning yang tengah hamil delapan bulan
ini mengaku sudah mengatakan niatnya pada Itet untuk cuti dengan syarat gajinya
dipotong 50 persen. Namun, menurut staf lainnya yang menelepon Naning,
menyebutkan Itet tidak mau menemuinya lagi. Sepanjang bulan Agustus ini, Naning
mengakui belum mendapat tunjangan. Rencananya, Naning akan mengadukan Itet ke
Badan Kehormatan pekan depan. Itet juga dinilai Naning telah melanggar
Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 dan Undang-Undang No 7 Tahun
1984 tentang Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
Pasal 1, Pasal 2, Pasal 11, dan Pasal 12. Oleh karena itu, ia berniat
mengadukan perlakuan politisi PDI Perjuangan itu ke Komnas Perempuan pada Rabu
pekan depan. Saat ini aksi Naning didukung penuh oleh Keluarga Besar
Rakyat Demokratik (KBRD), Barisan Perempuan Indonesia (BPI), Front Oposisi
Rakyat Indonesia (FORI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI),
Kalyanamitra, KOmite Solidaritas Nasional (KSN), dan Jurnalis Perempuan.
Direktur YLBHI Erna Ratnaningsih yang mendampingi Naning menyatakan, seharusnya
pemecatan berdasarkan tahap-tahap dimulai dari evaluasi, teguran lisan, dan tulisan.
Naning, kata Erna, harusnya dilindungi sebagai seorang wanita yang tengah
mengandung.
ISU
KE – 7 : ISU HAK-HAK SIPIL (CIVIL
RIGHT)
Pemerintah
Belum Bisa Bayar Hak Korban Lumpur Lapindo
2015 - Draft perjanjian antara
pemerintah dan PT.Minarak Lapindo Jaya (MLJ) masih dirampungkan kata
Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro. Oleh karena itu
pemerintah belum bisa membayar kewajibannya ke warga Sidoarjo yang menjadi korban lumpur panas.
"Pencairannya
kalau sudah semuanya beres ya, sabar," kata Bambang kepada wartawan di
kantor Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, Jakarta Pusat, Jumat (26/6/2015). Draft
tersebut adalah draft perjanjian antara pemerintah yang menalangi kewajiban
PT.MLJ terhadap warga Sidoarjo yang terdampak lumpur panas. Setelah
sembilan tahun bencana tersebut berlangsung, masih ada warga yang belum
menerima hak nya. Kewajiban PT.MLJ adalah sekitar Rp 827 miliar. Karena mengaku
tidak sanggup membayar, PT.MLJ meminta bantuan pemerintah. Kewajiban PT.MLJ
akhirnya ditalangi oleh pemerintah, dengan jaminan aset PT.MLJ sebesar sekitar
Rp 2,7 triliun. Bila dalam empat tahun PT.MLJ tidak membayar hutangnya, maka
aset tersebut dikuasai negara. Sebelumnya Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PU Pera) sempat menyebutkan bahwa masih ada pembahasan antara
pemerintah dan P.MLJ, yakni soal bunga dan pajak yang harus dibayarkan PT.ML
atas bantuan pemerintah. Basuki sebelumnya juga sempat menargetkan, bahwa pada
26 Juni 2015 seluruh hak korban lumpur panas akan dibayarkan pemerintah. Namun
hari ini janji tersebut gagal dipenuhi. Bambang saat ditanya lebih dalam
mengenai kesepakatan antara pemerintah dan PT.MLJ yang belum rampung, ia enggan
menjawabnya. Ia hanya menjawab dengan pernyataan "semua masih
difinalisasi."
(http://www.tribunnews.com/nasional/2015/06/26/pemerintah-belum-bisa-bayar-hak-korban-lumpur-lapindo
)
ISU
KE – 8 : ISU ETIKA PERUBAHAN KERJA
(CHANGING WORK ETHIC)
Hindari Bayar THR, Sejumlah Perusahaan Sengaja PHK
Karyawan
2015 - Sedikitnya 60% perusahaan di Jabar
diduga sengaja menghindari kewajiban membayar tunjangan hari raya (THR) dengan
menyiasati lewat kontrak kerja yang didesain berakhir sebelum puasa. Ketua DPD
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) '92 Jabar Ajat Sudrajat mengatakan,
fenomena seperti itu menjadi sulit terbantahkan. Terlebih berdasarkan data
statistik setiap H-30 Idulfitri angka pengangguran di Jabar mengalami
peningkatan signifikan. "Dalam dua tahun terakhir kasus ini mengalami
peningkatan dan semakin memprihatinkan. Apalagi tahun ini terjadi pelambatan
pada ekonomi makro kita," katanya kepada Bisnis.com, Selasa
(2/6/2015). Untuk itu, pihaknya mendesak kepada Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Jabar atau Kementerian Tenaga Kerja untuk segera membatalkan
perjanjian kerja yang akan merugikan pihak pekerja karena tidak mendapatkan
hak-haknya mendapatkan THR. Hal ini menjadi masalah karena pada praktiknya
melanggaran landasan hukum yang berlaku dalam yakni UU No13/2003 dan Kepmenaker
No 100/2004 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). "Dalam aturan
itu disebutkan bahwa PKWT tidak boleh untuk masa training dan paling lama satu
kali dalam tiga tahun. Yang ada malah tiap tahun jelang puasa kontraknya habis
dan dipanggil setelah lebaran," ujarnya. Ketua DPC Serikat Pekerja
Nasional (SPN) Kota Cimahi Dadan Sudiana mengakui, di Cimahi tak sedikit
perusahaan yang melakukan PHK jelang puasa tiba demi menghindari pembayaran
THR. Pada umumnya perusahaan itu adalah perusahaan yang tidak memiliki serikat
pekerja. "Setiap tahun kami selalu menerima laporan mengenai hal ini.
Kebetulan anggota kami sendiri tidak ada karena mereka sudah tahu akan hak dan
kewajibannya," ujarnya. Untuk melakukan advokasi atas permasalahan tersebut,
organisasi yang dipimpinnya jelang puasa ini membuka posko pengaduan
permasalahan THR. Selain itu, pihaknya pun akan lebih aktif dalam menjaring
informasi di lapangan agar kaum pekerja tidak menjadi korban.
Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Ari Hendarmin menjamin perusahaan akan membayar THR sesuai dengan instruksi dari pemerintah yakni H-14 sebelum Idulfitri. Dia meminta pembayarannya diharapkan dapat dilakukan dengan berpedoman pada aturan main yang ada. "Kecuali perusahaan yang terancam bangkrut mungkin membayar THR-nya akan sedikit bermasalah. Bisa dibayar tidak tepat waktu maupun di bawah 100%, tapi intinya perusahaan akan membayar hak bagi pekerja," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Ari Hendarmin menjamin perusahaan akan membayar THR sesuai dengan instruksi dari pemerintah yakni H-14 sebelum Idulfitri. Dia meminta pembayarannya diharapkan dapat dilakukan dengan berpedoman pada aturan main yang ada. "Kecuali perusahaan yang terancam bangkrut mungkin membayar THR-nya akan sedikit bermasalah. Bisa dibayar tidak tepat waktu maupun di bawah 100%, tapi intinya perusahaan akan membayar hak bagi pekerja," ujarnya.
ISU
KE – 9 :ISU HAK ASASI MANUSIA (HUMAN
RIGHTS)
KASUS MESUJI
2011 - Peristiwa Pembantaian keji,
biadab dan tidak berprikemanusiaan terhadap warga di daerah Mesuji Lampung
Provinsi Sumatera Selatan baru-baru ini dinilai merupakan pidana berat dan
pelanggaran HAM terbesar pada tahun 2011 ini. Ironisnya, terjadi praktek pemaksaan
kehendak oleh pihak PT Silva Inhutani dan perusahaan asal Malaysia, serta
adanya proses pembiaran terjadinya aksi pembantaian secara sadis oleh aparat
penegak hukum baik aparat TNI maupun Polri. Demikian dikatakan Ketua Umum
LSM-PERINTIS, Hendra Silitonga mencermati kasus pelanggaran HAM terberat pada
tahun 2011 ini yang terjadi di Provinsi Sumsel, yang menelan korban sedikitnya
30 tewas, serta ratusan lainnya luka-luka berat dan ringan. Bila kronologis
kasus pembunuhan berencana dan terorganisir itu sebegitu parahnya, maka sudah
sewajarnya pucuk pimpinan TNI maupun Polri di Jakarta yang tidak mampu berbuat
banyak agar segera mundu, serta oknum aparat yang terlibat dipecat secara tidak
hormat. Lebih jauh dikatakan, belum hilang kasus Sondang Hutagalung yang tewas
bakar diri akibat kecewa terhadap pemerintahan SBY serta supremasi hukum yang
bobrok, kini muncul lagi kasus baru yang lebih menyedihkan lagi. Sementara itu,
pasca peristiwa pembantaian keji ini, sejumlah pihak kasak-kusuk, bahkan malam
ini tengah berlangsung pembahasan dan mendengar keterangan pimpinan Polri serta
sejumlah pihak lainnya di gedung DPR RI. Terpisah, Markas Besar Kepolisian RI
akan melindungi perekam video pembantaian petani di Mesuji, Lampung. Polisi pun
akan mencari keterangan tambahan dari pelapor mengenai peristiwa tersebut.
Namun Sutarman masih merahasiakan siapa pelapor video tersebut. Polisi, lanjut
Sutarman, juga akan mencari informasi mengenai peristiwa pembantaian
tersebut. Dugaan pembantaian massal
petani ini terkuak saat para petani mendatangi Komisi III Bidang Hukum DPR pagi
tadi. Para petani yang didampingi Mayor Jenderal (Purn) Saurip Kadi membawa
bukti rekaman video pembantaian 30 petani di Tulang Bawang Induk dan Tulang
Bawang Barat, Lampung. Dalam video itu diperlihatkan adanya pembantaian yang
dilakukan dengan keji oleh orang-orang berseragam aparat. Ada dua video yang
merekam proses pemenggalan dua kepala pria. Sementara tampak satu pria
bersenjata api laras panjang dengan penutup kepala memegang kepala yang telah
terpenggal. Selain merekam pembunuhan keji lainnya, video lain memperlihatkan
kerusakan rumah penduduk. Peristiwa ini berawal dari perluasan lahan oleh
perusahaan PT Silva Inhutani sejak tahun 2003. Perusahaan yang berdiri tahun
1997 itu diduga menyerobot lahan warga untuk ditanami kelapa sawit dan karet.
PT Silva Inhutani sendiri tidak mengetahui adanya peristiwa keji itu.
Perusahaan membantah ada peristiwa pembantaian massal petani di lokasi
perusahaannya. Sebelumnya, dua staf di perusahaan itu menyatakan Sudirman
adalah pejabat di perusahaan itu yang membawahi masalah Lampung. (http://rajawalinews.com/5172/pembantaian-keji-di-mesuji-lampung-pelanggaran-ham-terbesar-2011/
)
ISU
KE – 10 : ISU KORUPSI (CORRUPTION)
Mengulas sosok dan kejahatan Eddy Tansil
Buronan
terpidana 20 tahun penjara, Eddy Tansil, tiga-tiba terlacak keberadaannya di
Negara China. Selama 17 tahun menjadi buronan Kejaksaan Agung (Kejagung)
pengusaha pengemplang uang negara ini belum juga ditangkap. Kejagung menyatakan
sejauh ini masih melacak keberadaan Eddy Tansil. Meski telah mengetahui
keberadaan sang buron di China, Kejagung beralasan Pemerintah Republik Indonesia
(RI) tak memiliki perjanjian ekstradisi dengan China. Upaya penangkapan pun
dilakukan melalui cara recipropal. "Karena belum ada perjanjian ekstradisi
(dengan China), kita coba mengupayakan recipropal," ujar Kepala Pusat
Penerangan Hukum Setia Untung Arimuladi, Rabu, 26 Desember 2013. Untuk
melakukan upaya recipropal, Kejagung harus bersinergi dengan Kementerian Hukum
dan HAM (Kemenkumham). Buronan nomor satu dalam perkara korupsi Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terkait Bank Bapindo ini sangat lihai
menyembunyikan diri. Dia berhasil melarikan diri dari sel penjaranya di Lembaga
Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur tahun 1996. Eddy Tansil terbukti
menggelapkan uang sebesar USD565 juta melalui kredit Bank Bapindo. Perbuatannya
dilakukan melalui grup perusahaan Golden Key Group yang kini perusahaan
tersebut dibeli oleh mantan Presiden Jusuf Kalla. Atas perbuatannya tersebut,
Eddy Tansil dihukum pidana penjara 20 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. Selain itu, Eddy Tansil juga dikenai denda senilai Rp30 juta dan
membayar uang pengganti Rp500 miliar serta mengganti kerugian negara sebesar
Rp1,3 triliun. Namun pada tanggal 4 Mei 1996 dirinya berhasil kabur dari
penjara Cipinang dan menghilang. Sosok Eddy Tansil sendiri cukup menarik
didalami. Pria keturunan Tionghoa ini memiliki nama samaran bermacam-macam.
Selain Eddy Tansil, dia juga dikenal dengan nama Tan Tjoe Hong atau Tan Tju
Fuan. Dia lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 2 Februari 1953. Eddy dikenal
sebagai seorang pengusaha yang bergerak di bidang keuangan yakni pemilik Bank
Bapindo. Pelarian diri Eddy Tansil terungkap oleh LSM pengawas antikorupsi
Gempita, yang menyatakan pada tahun 1999 bahwa Eddy Tansil ternyata tengah
menjalankan bisnis pabrik bir di bawah lisensi perusahaan bir Jerman, Becks
Beer Company, di kota Pu Tian, di provinsi Fujian, China. Pada tanggal 29
Oktober 2007, sebuah media massa nasional memberitakan bahwa Tim Pemburu
Koruptor (TPK) yang merupakan tim gabungan Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum
dan HAM, dan Polri, telah menyatakan bahwa mereka akan segera memburu Eddy
Tansil. Keputusan ini terutama didasari adanya bukti dari Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa buronan tersebut melakukan transfer
uang ke Indonesia satu tahun sebelumnya. Namun hingga saat ini Pemerintah RI
tak juga berhasil menangkap Eddy Tansil yang sejak tahun 1999 keberadaannya
diketahui tengah di China. Eddy diketahui tetap sebagai pengusaha kaya yang
terus mengembangkan bisnis hingga ke mancanegara.
source: http://nasional.sindonews.com/read/820809/13/mengulas-sosok-dan-kejahatan-eddy-tansil-1388036043
ISU
KE – 11 : ISU SUAP (BRIBERY)
FREEPORT Suap YAMAHAK
Oleh: Arkilaus Baho
Boleh
dapat uang dari freeport, asalkan tidak meneror pelanggaran HAM yang dilakukan
perusahaan AS ini. Itulah nasib yang menimpa sejumlah lembaga HAM di Papua,
salah satunya Yayasan Hak Asasi Manusia Anti Kekerasan ( Yahamak ) yang
bergerak di seputar areal freeport ( Timika Papua ). Cara suap freeport memang
sudah canggih. Dengan dalih bantuan, apa saja dilakukan manajemen freeport
untuk menutup suara kritis. Lengkap sudah, mantan ketua komnasham Abdul Hakim
Gaurda Nusantara memilih membela freeport, tak salah kalau Yahamak dan
keuskupan gereja katolik di Timika memilih tidak ambil pusing dengan masalah
yang ada di freeport. Kali ini cara halus pun menjarah tubuh lembaga ham
di Timika. Seperti dilansir Kompas.com, bahwa Yayasan Hak Asasi Manusia
Antikekerasan (Yahamak) menerima dana bantuan untuk pelaksanaan program sebesar
Rp 5,8 miliar dari PT Freeport Indonesia. Pemberian dana itu tertuang dalam
nota kesepahaman yang ditandatangani pendiri Yahamak, Yosepha Alomang, dengan
Vice President Bidang Sosial dan Kemasyarakatan PT Freeport Indonesia Demianus
Dimara, Jumat (2/3/2012), di Jayapura, Papua. Memang freeport hanya mau kasi
dana, dengan syarat tertentu. Mereka ( freeport ) senang kalau lembaga HAM
tidak kritis praktik pelanggaran ham yang terjadi akibat operasi pertambangan
di Papua. Kerjasama freeport dengan Yayasan yang di kepalai oleh penerima Nobel
perdamaian ini. Yosepa Alomang, wanita Papua yang gigih membela hak asasi
Papua, tak bisa lari dari jeratan maut freeport. Pola pemberian dana
kepada YAHAMAK tidak jauh beda dengan lembaga kemanusiaa lainnya. Menurut kedua
belah pihak yang dilansir situs tersebut bahwa dana tersebut akan digunakan
untuk mengelola dan mengembangkan program-program Yahamak, seperti pendidikan,
kesehatan, dan gerakan antikekerasan dalam rumah tangga. Menurut Demianus, dana
tersebut akan diberikan untuk masa dua tahun dan diserahkan dalam dua tahap.
Pada tahun pertama Yahamak akan menerima dana sebesar Rp 2,7 miliar dan pada
tahun kedua Rp 3 miliar lebih. Yosepha mengemukakan, PT Freeport Indonesia
penting untuk terlibat dalam pengembangan hak asasi manusia (HAM) di Papua. Menurutnya,
pelanggaran HAM tidak hanya terjadi di Timika, tetapi juga di semua wilayah
Papua. Kerjasama freeport dan Yahamak menggenapi kerjasama lainnya pada
beberapa lembaga HAM di Timika. Keuskupan Timika yang tahun lalu menerima
sumbangan pembangunan gereja senilai 2 miliar lebih, tak bisa di lepaskan dari
upaya freeport menutup habis ruang kritis elemen pejuang hak asasi manusia di
areal freeport ini. Gereja lebih suka bicara masalah pemabukan dan Yahamak
memilih jalan berjuang anti KDRT, suatu pelarian masalah yang di picu oleh
keterlibatan kedua wadah rakyat ini untuk mengangkat masalah kemanusiaan yang
terjadi dan muncul akibat resistensi modal freeport. Sejak penembakan
berkali-kali di areal freeport, kemana saja suara lembaga ham di Timika, kenapa
diam? oh, ternyata mereka diam karena freeport sudah kepung mereka dengan cara
beri bantuan padahal sudah masuk dalam jurang suap yang di praktikkan PT.
Freeport. Yah, hanya dengan suap, freeport bisa eksis walaupun keberadaannya
menimbulkan malapetakan kemanusiaan. http://westpapua-arki.blogspot.co.id/2012/03/freeport-suap-yahamak-58-miliar.html
ISU
KE – 12 : ISU PEMBAJAKAN HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL (INTELLECTUAL PROPERTY THEFT )
Kasus plagiat, Anggito Abimanyu mundur dari UGM
2014 - Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Anggito Abimanyu telah menyampaikan permohonan pengunduran dirinya sebagai
dosen UGM. Permohonan tersebut disampaikan Anggito terkait tuduhan plagiat
tulisan artikel di sebuah koran nasional. Anggito dituduh menjiplak karya tulis
Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan. Tulisan atas nama Anggito tersebut tayang
pada 10 Februari 2014 lalu dengan judul Gagasan Asuransi Bencana. Secara resmi
pada wartawan di UC UGM Senin (17/2), Anggito mengaku telah melakukan kesalahan
pengutipan referensi dalam sebuah folder di komputer pribadinya. "Artikel
saya kirim sendiri melalui komputer pribadi saya. Saya akui saya telah
melakukan kesalahan, saya khilaf. Pengunduran diri saya ini demi mempertahankan
kredibilitas UGM sebagai universitas dengan komitmen pada nilai-nilai
kejujuran, integritas dan tanggung jawab akademik," ujar Anggito, Senin
(17/2/2014). Direktur Jenderal Haji dan Umroh Kementerian Agama RI tersebut
juga menyatakan penyesalan dan permintaan maafnya pada Rektor dan civitas akademika
UGM, Dekan dan para dosen FEB UGM, mahasiswa dan alumni UGM, termasuk pada
Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan. "Proses selanjutnya, saya serahkan pada
UGM sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Saya tidak akan campur tangan dan
akan memprioritaskan berjalannya proses ini dari semua pekerjaan saya karena
ini menyangkut kredibilitas UGM," imbuhnya. (http://daerah.sindonews.com/read/836509/22/kasus-plagiat-anggito-abimanyu-mundur-dari-ugm-1392627615
)
ISU
KE – 13 : ISU KESELAMATAN KERJA
Kecelakaan Kerja PT RAPP
2012 - Pangkalan
Kerinci (Segmennews.com)-
Kurun waktu dua bulan terakhir kerap terjadi kecelakaan kerja di PT RAPP, bahkan
1 orang pekerja meninggal dunia. Kepala Dinas Tenagakerja dan
Tranmigrasi(Kadisnakertrans) Kabupaten Pelalawan, Drs H Nasri Fisda AE
MSi menegaskan bahwa Pimpinan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) harus di
berikan sanksi hukum. Pasalnya, pihaknya dinilai lalai dalam penerapan safety
pekerja dan melakukan pengawasan kerja karyawannya. “Pengawasan dan Standar
Operasional Perusahaannya (SOP) di nilai masih kurang. Buktinya masih ada
pekerja yang mengalami kecelakaan bahkan dalam sebulan dua orang telah
meninggal dunia,” tegas Kadisnakertran kepada wartawan, Kamis (08/11)di ruang
kerjanya. Atas kejadian itu, kata Nasri pihak PT RAPP yang dianggap telah lalai
dalam melakukan pengawasan dilingkungan kerjanya, terancam sanksi hukum yang
tertuang dalam Undang-undang No. 21/2003 tentang kepengawasan ketenagakerjaan.
Disamping hukum pidana pasal 359 dan 360 KUHP, kelalaian menyebabkan orang luka
dan meninggal dunia atau luka-luka. “Kita bersama tim telah turun ke lokasi
kejadian, untuk mencari bukti adanya kelalaian. Sekarang masih menunggu hasil
pemeriksaan pihak sub kontraktor.
Kita juga sudah berkoordinasi dengan Polsek Pangkalan Kerinci,” ujar mantan
Kadis Perhubungan kabupaten Pelalawan ini.
Sebutnya, jika
dari pengakuan Managemen PT RAPP sudah melakukan pengawasan secara ekstra, tapi
kenapa masih sering terjadi kecelakaan kerja. Bahkan menyebabkan pekerja
meninggal dunia. PT RAPP maupun sub kontraktor harus mempertanggung jawabkan
kelalaian ini, agar kecelakaan kerja tidak terjadi lagi. “Sejauh ini saya belum
mendapat laporan apa santuan telah diberikan pada ahli waris terhadap korban
kecelakaan yang menimpa Yusparisan (22) yang tewas terjepit Rol conveyor, Sabtu
(14/10) lalu. ketika baru dua hari bergabung dengan PT Putra Tunggal Perkasa
(PTB), sudah diberikan apa belum,” tukasnya. Sementara itu Coprorate
Communications Head PT RAPP, Pamungkas Trishadiatmoko dalam rilis yang di kirim
pada wartawan mengatakan kalau pihaknya menyerahkan sepenuhnya
penyelidikan pihak kepolisian. Serta hasil tim safety RAPP bersama dengan pihak
kontraktor yang melakukan investigasi untuk mengetahui penyebab terjadinya kecelakaan
kerja tersebut.
ISU
KE – 14 : ISU KECURANGAN DALAM KEUANGAN (FINANCIAL FRAUD)
Skandal Akuntansi Toshiba
2015 - Toshiba Corporation didera skandal
akuntansi senilai US$1,2 miliar yang menyebabkan pemimpin perusahaan Hisao
Tanaka dan dua eksekutif lainnya mengundurkan diri. Kasus yang diduga dilakukan cukup lama ini
juga menyebabkan perusahaan harus menyajikan kembali laporan laba selama lebih
dari enam tahun. Dua eksekutif lain yang mundur adalah wakil presiden
Norio Sasaki dan mantan presiden Atsutoshi Nishida, yang berperan sebagai
penasihat. Pengunduran diri pada Selasa (21/7) itu terjadi setelah dua bulan
sebelumnya perusahaan mengumumkan tengah menyelidiki kemungkinan penyimpangan
akuntansi. Pengunduran diri datang setelah laporan pihak ketiga menunjukkan
eksekutif puncak perusahaan menetapkan target keuntungan realistis yang secara
sistematis menyebabkan akuntansi cacat. Toshiba juga mengumumkan Ketua Masashi
Muromachi akan mengambilalih kendali perusahaan sebagai presiden sementara.
Perusahaan akan mengumumkan tim manajemen baru pada pertengahan Agustus dan
akan mengajukan laporan laba tahun fiskal 2014 pada 31 Agustus. Menurut laporan
investigasi pihak ketiga, penyimpangan akuntansi yang ‘terampil’ itu
tersembunyi dari pengamat luar. Namun, tidak ada denda telah diajukan terhadap
Toshiba atau eksekutif dalam kasus ini. Toshiba adalah perusahaan besar yang
telah berdiri selama 140 tahun di Jepang dengan lini usaha meliputi reaktor
nuklir hingga chip memori. Perusahaan terjerembab dalam skandal akuntansi
terbesar di negara itu sejak 2011. Laporan itu juga menyebutkan bahwa Tanaka
dan Sasaki, yang total masa kepemimpinan keduanya mencapai enam tahun, berusaha
untuk menunda pembukuan kerugian dan karyawan tidak mampu untuk melawan
perintah manajemen. Toshiba dikenal untuk produk televisi dan elektronik,
termasuk komputer dan pemutar DVD. Perusahaan tercatat memiliki lebih dari
200.000 karyawan di seluruh dunia. (http://finansial.bisnis.com/read/20150721/9/455185/toshiba-diguncang-skandal-akuntansi-senilai-us12-miliar)
ISU
KE – 15 : ISU PEMALSUAN DOKUMEN
KREDIT FIKTIF BSM
2013 - Badan Reserse Kriminal Mabes Polri membeberkan kronologi serta modus
korupsi dan pencucian uang kredit fiktif Rp102 miliar di Bank Syariah Mandiri
(BSM) Cabang Bogor, Jumat 25 Oktober 2013. Kasus itu bermula dari pengajuan
kredit seorang pengusaha properti bernama Iyan Permana tahun 2011. Direktur
Tindak Pindana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Arief
Sulistyanto mengatakan, Iyan awalnya ingin mengajukan pembiayaan kredit
pemilikan rumah (KPR) untuk dia sendiri. Namun dalam proses pengajuannya, Iyan
dan tiga pegawai BSM Bogor melakukan penyimpangan kredit. “Developer
(Iyan) mengajukan kredit senilai Rp1 miliar kepada BSM Bogor. Kemudian
berkembang ide itu (kredit fiktif),” kata Arief. Iyan dan tiga pegawai BSM
Bogor kemudian membuat nasabah palsu untuk dikucuri fasilitas pendanaan KPR.
Mereka memanipulasi sejumlah dokumen mulai dari surat tanah sampai KTP
palsu, dan tidak menjalani prosedur perbankan yang seharusnya dalam mengajukan
kredit. Ketiga pegawai BSM Bogor itu juga menerima hadiah dari debitur.
“Ada yang dapat uang tunai Rp3-4 miliar, dan ada yang terima mobil,” ujar
Arief. Kepolisian masih mendalami siapa di antara empat tersangka yang
mempunyai ide untuk membuat kredit fiktif. Keempat tersangka yang kini
ditahan Mabes Polri adalah M Agustinus Masrie selaku Kepala Cabang Utama BSM
Bogor, Haerulli Hermawan selaku Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor, John Lopulisa
selaku accounting officer BSM Bogor, dan Iyan selaku pengembang properti. BSM
Pusat telah memecat tiga pegawainya itu. “John Lopulisa di-PHK November 2012,
Haerulli Hermawan di-PHK 1 Desember 2012, dan Agustinus Masrie di-PHK 4 Oktober
2013,” kata Senior Vice President Human Capital BSM Ahmad Fauzi.
Sumber : http://nasional.news.viva.co.id/news/read/453908-kronologi-kasus-kredit-fiktif-rp102-m-di-bank-syariah-mandiri-bogor
ISU
KE – 16 : ISU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Sembilan Merek Pembalut di Indonesia Mengandung
Klorin
2015 - Demi menjaga kebersihan dan kesehatan,
hampir seluruh perempuan di Indonesia menggunakan pembalut ketika datang bulan.
Namun, penelitian terbaru dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
mengungkapkan bahwa ada sembilan merek pembalut di Indonesia yang mengandung
zat berbahaya, salah satunya klorin. "Ada sembilan merek pembalut dan
tujuh pantyliner yang mengandung klorin yang bersifat racun," ujar
peneliti dari YLKI, Arum Dinta, dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (7/7).
Menurut Arum, YLKI mulai menelusuri kasus ini sejak menerima banyak laporan
gangguan kulit dari konsumen setelah memakai pembalut tertentu. Dari hasil
penelitian tersebut, ditemukan bahwa pembalut yang mengandung klorin paling
banyak adalah merek CHARM dengan 54,73 ppm. Menyusul di belakang CHARM, Nina
Anion menempati posisi kedua dengan kandungan klorin sebanyak 39,2 ppm. Merek
My Lady berada di posisi ketiga dengan kandungan klorin 24,4 ppm dan menyusul
di bawahnya VClass Ultra dengan 17,74 ppm. Sementara itu, Kotex, Hers Protex,
LAURIER, Softex, dan SOFTNESS juga masuk dalam daftar dengan kandungan klorin
6-8 ppm. Selain pembalut, kandungan klorin juga ditemukan pada tujuh merek
pantyliner, yaitu V Class, Pure Style, My Lady, Kotex Fresh Liners, Softness
Panty Shields, CareFree superdry, LAURIER Active Fit. Arum menuturkan bahwa
klorin sangat berbahaya bagi kesehatan reproduksi. Selain keputihan,
gatal-gatal, dan iritasi, klorin juga dapat menyebabkan kanker. Mengamini
pernyataan Arum, Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, berkata, "Klorin
itu terdapat dalam dioksin yang bersifat karsinogenik. Menurut WHO, ada 52 juta
berisiko terkena kanker serviks, salah satunya dipicu oleh zat-zat dalam
pembalut."Bahayanya, sekitar 52 persen produsen tidak mencantumkan
komposisi zat pembalut dan pantyliner pada kemasannya.
"Kasus tersebut melanggar Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, yang berisi hak yang mendasar bagi konsumen adalah hak atas keamanan produk, hak atas informasi, hak untuk memilih, hak didengar pendapat dan keluhannya, hak atas advokasi, pembinaan pendidikan, serta hak untuk mendapatkan ganti rugi," papar Arum. Pemerintah sebenarnya telah melansir bahwa klorin adalah zat berbahaya melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 472/MENKES/PER/V/1996. Kendati demikian, menurut Arum, tidak ada regulasi yang melarang adanya kandungan klorin dalam pembalut. Arum pun mendorong pemerintah untuk segera mengeluarkan regulasi pelarangan tersebut. "Merujuk pada FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat), seharusnya ada aturan pembalut harus bebas klorin," kata Arum.
"Kasus tersebut melanggar Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, yang berisi hak yang mendasar bagi konsumen adalah hak atas keamanan produk, hak atas informasi, hak untuk memilih, hak didengar pendapat dan keluhannya, hak atas advokasi, pembinaan pendidikan, serta hak untuk mendapatkan ganti rugi," papar Arum. Pemerintah sebenarnya telah melansir bahwa klorin adalah zat berbahaya melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 472/MENKES/PER/V/1996. Kendati demikian, menurut Arum, tidak ada regulasi yang melarang adanya kandungan klorin dalam pembalut. Arum pun mendorong pemerintah untuk segera mengeluarkan regulasi pelarangan tersebut. "Merujuk pada FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat), seharusnya ada aturan pembalut harus bebas klorin," kata Arum.
KASUS
KE – 17 : ISU KEJAHATAN DUNIA MAYA (CYBER CRIME)
Pengguna Klik
BCA Terserang 'Malware Pencuri Uang'
2015 - Sejumlah pengguna layanan internet
banking KlikBCA telah menjadi korban pencurian uang. Belasan juta raib
dalam sekejap akibat program jahat komputer atau populer disebut malware.
Pakar antivirus dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menyebutkan sedikitnya ada
tiga orang yang menjadi korban malware tersebut, salah satunya
mengalami kerugian hingga Rp 13 juta. "Kemungkinan komputer korban
terkena malware Zeus," kata Alfons, saat dihubungi CNN
Indonesia, Kamis (5/3). Malware Zeus merupakan salah satu program
jahat yang dirancang untuk menyerang transaksi perbankan melalui internet,
versi baru aplikasi ini yang bernama GameOver Zeus yang diketahui banyak
beredar di Indonesia.
Untuk kasus korban KlikBCA, pengguna layanan internet tersebut akan menjumpai sebuah pop-up saat mengunjungi klikbca.com. Menu tersebut meminta pengguna untuk melakukan sinkronisasi token. Pengguna yang terkecoh dan mengikuti perintah yang tercantum pada pop-up tersebut, secara tak sadar sedang melakuan transaksi perbankan. Tetapi sebenarnya, itu merupakan bagian awal dari aksi penipuan perbankan secara digital. "Untuk situs KlikBCA sebenarnya aman, yang terserang itu browser komputer korban. Bisa jadi mereka terkena Zeus, atau add-on 'Gadis Mabuk' di Firefox," kata Alfons. Terkait soal malware pencuri uang, sebelumnya program jahat ini dilaporkan telah menimbulkan kerugian hingga US$ 100 juta. Aplikasi ini dibuat oleh peretas Rusia bernama Evgeniy Bogachev yang saat ini menjadi buronan paling dicari oleh FBI. Bahkan pemerintah AS, rela memberikan hadiah US$ 3 juta bagi siapa saja yang bisa memberikan informasi keberadaan dirinya "Tapi untuk kasus ini (KlikBCA) saya yakin orang lokal juga terlibat," jelas Alfons.
Untuk kasus korban KlikBCA, pengguna layanan internet tersebut akan menjumpai sebuah pop-up saat mengunjungi klikbca.com. Menu tersebut meminta pengguna untuk melakukan sinkronisasi token. Pengguna yang terkecoh dan mengikuti perintah yang tercantum pada pop-up tersebut, secara tak sadar sedang melakuan transaksi perbankan. Tetapi sebenarnya, itu merupakan bagian awal dari aksi penipuan perbankan secara digital. "Untuk situs KlikBCA sebenarnya aman, yang terserang itu browser komputer korban. Bisa jadi mereka terkena Zeus, atau add-on 'Gadis Mabuk' di Firefox," kata Alfons. Terkait soal malware pencuri uang, sebelumnya program jahat ini dilaporkan telah menimbulkan kerugian hingga US$ 100 juta. Aplikasi ini dibuat oleh peretas Rusia bernama Evgeniy Bogachev yang saat ini menjadi buronan paling dicari oleh FBI. Bahkan pemerintah AS, rela memberikan hadiah US$ 3 juta bagi siapa saja yang bisa memberikan informasi keberadaan dirinya "Tapi untuk kasus ini (KlikBCA) saya yakin orang lokal juga terlibat," jelas Alfons.
KASUS
KE – 18 : ISU HUKUM (LAWS)
Kasus Nenek Asyani : Mencari Keadilan Hukum
Oleh : Daeng Novrial
(Pemerhati
masalah sosial-politik, tinggal di Bandar Lampung)
2015 - NASIB nenek Asyani hanyalah salah
satu cerita dari berbagai kasus hukum di negeri ini. Betapa lemahnya rakyat
kecil atau si miskin mencari keadilan hukum. Tuduhan pencurian kayu jati kepada
nenek Asyani oleh pihak Perhutani sebagai bentuk dari ketidakadilan yang
menimpa rakyat kecil dan mencederai hakikat keadilan hukum di negeri ini. Apa
yang sering kita sebut dengan ketidakadilan semakin nyata, ketika alat-alat
negara memperlakuan warganya dengan semena-mena. Peristiwa yang bermula
saat nenek Asyani dan Ruslan, menantunya, yang tinggal di Dusun Secangan, Desa
Jatibanteng, Kecamatan Jatibanteng, memindahkan kayu jati dari rumahnya untuk
dibawa ke rumah Cipto (tukang kayu) untuk dijadikan peralatan kursi. Akan
tetapi, pihak Perhutani menganggap ketujuh kayu yang telah ditumpuk dinyatakan
hasil illegal logging dan segera di proses secara hukum. Padahal, dari ketujuh
kayu tersebut merupakan hasil tebangan mendiang suami nenek Asyani yang
dilakukan lima tahun yang lalu di lahan tanah sendiri dan disimpan di
rumahnya.
Kepemilikan lahan ini dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat hak atas tanah yang dimiliki Asyani. Tindakan Perhutani dengan memerkarakan sang nenek di Pengadilan Negeri Situbondo Jawa Timur dengan menggunakan Pasal 12d juncto Pasal 83 Ayat (1a) Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pemberatasan dan Pencegahan Perusakan Hutan.
Prinsip persamaan di mata hukum yang menjadi amanat dari UUD 1945 dengan tujuan melindungi setiap warganya, pada Pasal 27 UUD 1945. Secara jelas dinyatakan bahwa segala warga negara sama kedudukannya di dalam hukum, dan negara wajib melindungi, dengan tidak ada pengecualian. Ternyata sering praktik ketidakadilan hukum selalu muncul. Dalam beberapa kasus, terutama apabila orang miskin berhadapan dengan pihak yang memiliki kekuatan ekonomi, sosial, dan politik, selalu saja tidak berdaya dan menjadi korban. Mencari keadilan menjadi simbol dari perlawanan atas bungkamnya nurani pemerintah bagi masyarakat miskin yang mendambakan rasa keadilan hukum. Masih banyak lagi fakta ketika para koruptor dan penjahat berdasi diperlakukan sangat berbeda dengan orang kecil yang terjerat kasus hukum. Bantuan hukum bagi orang miskin bukanlah sebuah ungkapan belas kasihan, melainkan menjadi hak mendasar bagi setiap manusia untuk memperoleh pembelaan hukum. Negara wajib menyediakan sarana bantuan hukum. Bangsa Indonesia dihadapkan pada kenyataan banyaknya perkara yang melibatkan rakyat kecil dalam persoalan hukum. Kasus yang melibatkan orang miskin dalam berbagai kasus, seperti penggusuran, kriminalisasi, penyerobotan tanah, dan haknya. Tingginya biaya perkara, birokrasi yang minta dilayani, dan watak aparat pengadilan yang belum sepenuhnya bersih dari praktik korupsi, menyebabkan rakyat kecil tertindas. Keadilan untuk Semua . Hukum saat ini sedang berada pada kondisi yang dilematis, yaitu kondisi saat negara telah gagal menjadikan sistem dan praktik hukum untuk melindungi keadilan kepada masyarakat miskin dan paling tertindas. Politik negeri ini dan arah pembaruan hukum yang elitis, penegakan hukum yang sarat korupsi dan melahirkan mafia hukum sehingga lembaga peradilan tidak mampu menjadi pembaru hukum. Hukum Indonesia dinilai belum mampu memberikan rasa keadilan kepada masyarakat yang tertindas. Bahkan, sebaliknya, hukum menjadi alat bagi pemegang kekuasaan untuk bertindak semena-mena. Fenomena di negara ini ketika orang miskin atau kecil mudah dijebloskan ke dalam penjara. Tetapi orang yang memiliki banyak uang dan kekuasaan itu sulit untuk diusut. Penegakan hukum tidak hanya berperang dengan berbagai kepentingan menghadapi deretan kejahatan kerah putih, seperti kasus BLBI, Century, lumpur Lapindo di Sidoarjo, pembalakan liar, kasus korupsi pejabat kelas kakap, dan rekening gendut para petinggi negara. Sebaliknya, penegakan hukum begitu tegas terhadap kasus nenek Asyani, dan kasus pencurian sejenis yang mengatasnamakan supermasi hukum, suasana hukum yang tumpul ke atas tak bisa dilepaskan dari fenomena industrialisasi kekuasaan. Seperti kasus nenek Minah, pencuri kakao, anak mencuri sandal jepit, kasus pidana warga miskin dianggap kejahatan besar dan harus ditindak cepat langsung di jebloskan di dalam penjara. Sementara para koruptor sang maling uang negara miliaran sampai triliunan divonis pengadilan hanya hitungan tahunan. Bahkan pejabat negara yang sudah divonis pun masih duduk tenang menunggu proses banding hingga mendapatkan remisi nantinya.
Kepemilikan lahan ini dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat hak atas tanah yang dimiliki Asyani. Tindakan Perhutani dengan memerkarakan sang nenek di Pengadilan Negeri Situbondo Jawa Timur dengan menggunakan Pasal 12d juncto Pasal 83 Ayat (1a) Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pemberatasan dan Pencegahan Perusakan Hutan.
Prinsip persamaan di mata hukum yang menjadi amanat dari UUD 1945 dengan tujuan melindungi setiap warganya, pada Pasal 27 UUD 1945. Secara jelas dinyatakan bahwa segala warga negara sama kedudukannya di dalam hukum, dan negara wajib melindungi, dengan tidak ada pengecualian. Ternyata sering praktik ketidakadilan hukum selalu muncul. Dalam beberapa kasus, terutama apabila orang miskin berhadapan dengan pihak yang memiliki kekuatan ekonomi, sosial, dan politik, selalu saja tidak berdaya dan menjadi korban. Mencari keadilan menjadi simbol dari perlawanan atas bungkamnya nurani pemerintah bagi masyarakat miskin yang mendambakan rasa keadilan hukum. Masih banyak lagi fakta ketika para koruptor dan penjahat berdasi diperlakukan sangat berbeda dengan orang kecil yang terjerat kasus hukum. Bantuan hukum bagi orang miskin bukanlah sebuah ungkapan belas kasihan, melainkan menjadi hak mendasar bagi setiap manusia untuk memperoleh pembelaan hukum. Negara wajib menyediakan sarana bantuan hukum. Bangsa Indonesia dihadapkan pada kenyataan banyaknya perkara yang melibatkan rakyat kecil dalam persoalan hukum. Kasus yang melibatkan orang miskin dalam berbagai kasus, seperti penggusuran, kriminalisasi, penyerobotan tanah, dan haknya. Tingginya biaya perkara, birokrasi yang minta dilayani, dan watak aparat pengadilan yang belum sepenuhnya bersih dari praktik korupsi, menyebabkan rakyat kecil tertindas. Keadilan untuk Semua . Hukum saat ini sedang berada pada kondisi yang dilematis, yaitu kondisi saat negara telah gagal menjadikan sistem dan praktik hukum untuk melindungi keadilan kepada masyarakat miskin dan paling tertindas. Politik negeri ini dan arah pembaruan hukum yang elitis, penegakan hukum yang sarat korupsi dan melahirkan mafia hukum sehingga lembaga peradilan tidak mampu menjadi pembaru hukum. Hukum Indonesia dinilai belum mampu memberikan rasa keadilan kepada masyarakat yang tertindas. Bahkan, sebaliknya, hukum menjadi alat bagi pemegang kekuasaan untuk bertindak semena-mena. Fenomena di negara ini ketika orang miskin atau kecil mudah dijebloskan ke dalam penjara. Tetapi orang yang memiliki banyak uang dan kekuasaan itu sulit untuk diusut. Penegakan hukum tidak hanya berperang dengan berbagai kepentingan menghadapi deretan kejahatan kerah putih, seperti kasus BLBI, Century, lumpur Lapindo di Sidoarjo, pembalakan liar, kasus korupsi pejabat kelas kakap, dan rekening gendut para petinggi negara. Sebaliknya, penegakan hukum begitu tegas terhadap kasus nenek Asyani, dan kasus pencurian sejenis yang mengatasnamakan supermasi hukum, suasana hukum yang tumpul ke atas tak bisa dilepaskan dari fenomena industrialisasi kekuasaan. Seperti kasus nenek Minah, pencuri kakao, anak mencuri sandal jepit, kasus pidana warga miskin dianggap kejahatan besar dan harus ditindak cepat langsung di jebloskan di dalam penjara. Sementara para koruptor sang maling uang negara miliaran sampai triliunan divonis pengadilan hanya hitungan tahunan. Bahkan pejabat negara yang sudah divonis pun masih duduk tenang menunggu proses banding hingga mendapatkan remisi nantinya.
Hukum dan
peradilan kita justru lebih banyak dimanfaatkan oleh politikus dan elite.
Sistem dan praktik hukum kita tidak akan lagi mampu memberikan keadilan kepada
rakyat miskin yang tertindas, diskriminasi ini akan berujung pada kematian
hukum Indonesia. Penegakan hukum di Indonesia seperti mata tombak yang tajam ke
bawah, tetapi tumpul ke atas. Ke manakah peran alat penegak hukum seperti
polisi, kejaksaan dan badan peradilan, yang diharapkan selama ini. Sementara
Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi, cenderung lebih banyak tak
mampu melakukan pembaruan hukum di Indonesia.
Perbedaan penerapan hukum antara orang besar dan orang kecil, kaya dan miskin akan semakin mengurangi kepercayaan rakyat terhadap lembaga hukum di Indonesia. Akankah kita percaya terhadap institusi hukum kita, kalau masih saja ada beberapa oknum yang masuk dalam sistem pengadilan, kejaksaan, polisi, dan aparatur negara yang terjebak ke dalam lingkaran mafia hukum. Penegak hukum dalam penyelesaian ini tidak hanya berfokus pada hukuman penjara, tetapi juga pada perbaikan atau pemulihan perilaku terdakwa. Apalagi yang dilakukan nenek Asyani tidak dapat dikategorikan sebagai praktik illegal logging. Para penegak hukum khususnya penyidik, masalah ini bukanlah kasus pencurian kayu secara besar-besaran yang merugikan negara. Hukum memang harus ditegakkan, akan tetapi masih ada upaya lain selain menghukum seseorang dengan hukum pidana. Kita berharap pengadilan bukanlah menjadi lembaga penghukum bagi si miskin, akan tetapi pengadilan harus bijaksana dalam mengambil putusan dan segera membebaskan nenek Asyani dari segala tuntutan hukum. Keadilan bukanlah sekadar menghukum orang, melainkan juga memperbaiki perilaku. Hukuman memang tidak selalu adil bergantung pada kasus dan dampaknya. Penegak hukum semestinya mengedepankan keadilan restoratif. Artinya, adanya kejanggalan yang harus diungkap di persidangan kasus nenek Asyani, yang semula bukan kejahatan dijadikan kejahatan. Dakwaan jaksa yang menjerat nenek Asyani dengan pasal illegal logging dengan ancaman penjara menjadi taruhan bagi keadilan hukum negeri ini.,
Dalam keterpurukan praktik berhukum di negeri ini, realitas ketidakadilan hukum terutama yang menimpa kelompok masyarakat kecil dan miskin menjadi persoalan. Saatnya kita tidak hanya memahami dan menerapkan hukum secara legalistik-positif, yaitu cara berhukum yang berdasar pada peraturan-peraturan hukum tertulis semata (rule bound). Akan tetapi, perlu sebuah perubahan hukum yang progresif dan berusaha keluar dari belenggu penjara hukum yang bersifat kaku dengan pendekatan yuridis-sosiologis. Paradigma perubahan menjadi sebuah keharusan untuk menghadirkan wajah keadilan hukum yang jelas, yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum untuk kesejahteraan masyarakat tanpa berpihak kepada siapa pun.
Perbedaan penerapan hukum antara orang besar dan orang kecil, kaya dan miskin akan semakin mengurangi kepercayaan rakyat terhadap lembaga hukum di Indonesia. Akankah kita percaya terhadap institusi hukum kita, kalau masih saja ada beberapa oknum yang masuk dalam sistem pengadilan, kejaksaan, polisi, dan aparatur negara yang terjebak ke dalam lingkaran mafia hukum. Penegak hukum dalam penyelesaian ini tidak hanya berfokus pada hukuman penjara, tetapi juga pada perbaikan atau pemulihan perilaku terdakwa. Apalagi yang dilakukan nenek Asyani tidak dapat dikategorikan sebagai praktik illegal logging. Para penegak hukum khususnya penyidik, masalah ini bukanlah kasus pencurian kayu secara besar-besaran yang merugikan negara. Hukum memang harus ditegakkan, akan tetapi masih ada upaya lain selain menghukum seseorang dengan hukum pidana. Kita berharap pengadilan bukanlah menjadi lembaga penghukum bagi si miskin, akan tetapi pengadilan harus bijaksana dalam mengambil putusan dan segera membebaskan nenek Asyani dari segala tuntutan hukum. Keadilan bukanlah sekadar menghukum orang, melainkan juga memperbaiki perilaku. Hukuman memang tidak selalu adil bergantung pada kasus dan dampaknya. Penegak hukum semestinya mengedepankan keadilan restoratif. Artinya, adanya kejanggalan yang harus diungkap di persidangan kasus nenek Asyani, yang semula bukan kejahatan dijadikan kejahatan. Dakwaan jaksa yang menjerat nenek Asyani dengan pasal illegal logging dengan ancaman penjara menjadi taruhan bagi keadilan hukum negeri ini.,
Dalam keterpurukan praktik berhukum di negeri ini, realitas ketidakadilan hukum terutama yang menimpa kelompok masyarakat kecil dan miskin menjadi persoalan. Saatnya kita tidak hanya memahami dan menerapkan hukum secara legalistik-positif, yaitu cara berhukum yang berdasar pada peraturan-peraturan hukum tertulis semata (rule bound). Akan tetapi, perlu sebuah perubahan hukum yang progresif dan berusaha keluar dari belenggu penjara hukum yang bersifat kaku dengan pendekatan yuridis-sosiologis. Paradigma perubahan menjadi sebuah keharusan untuk menghadirkan wajah keadilan hukum yang jelas, yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum untuk kesejahteraan masyarakat tanpa berpihak kepada siapa pun.
Hukum secara
substansi bukanlah hukum yang berlaku dalam pasal-pasal yang sangat kaku dan
eksklusif. Hukum dalam pandangan sosiologis adalah hukum yang dinamis aktual
dan faktual dalam menyelesaikan pelbagai konflik sosial yang muncul dalam
masyarakat. Lalu di manakah peran negara dan pemerintah untuk segera menyelesaikannya.
Apalagi, apa yang dilakukan nenek Asyani tidak dapat dikategorikan sebagai
sebuah kejahatan luar biasa.
Masalah ini bukanlah sebuah kasus pencurian kayu secara besar-besaran yang merugikan negara. Kita selalu menunggu apakah akhir dari cerita nenek Asyani di hadapan proses hukum nanti, nyatanya uang dan kedudukan sangat menentukan saat keadilan hukum menjadi mahal. Semoga keadilan dan hati nurani masih ada di negeri ini.
Masalah ini bukanlah sebuah kasus pencurian kayu secara besar-besaran yang merugikan negara. Kita selalu menunggu apakah akhir dari cerita nenek Asyani di hadapan proses hukum nanti, nyatanya uang dan kedudukan sangat menentukan saat keadilan hukum menjadi mahal. Semoga keadilan dan hati nurani masih ada di negeri ini.
informasi yang sangat membantu
ReplyDeletesangat membantu blog ini trim infonya
ReplyDelete