Salah satu produk yang paling banyak digunakan di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) saat ini adalah Murabahah. Murabahah merupakan akad jual - beli barang dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus memberitahu harga perolehan kepada pembeli. Keuntungan Murabahan biasa disebut dengan Margin, dan biasanya di sebutkan dalam bentuk presentase dari harga perolehan.
Berapa ketentuan besaran margin dalam Islam ? Tidak ada dalil yang mematok besaran margin murabahah harus 20 persen, 30 persen dst. Semua tergantung kesepakatan antara penjual dan pembeli tanpa paksaan.
Namun yang masih menjadi perdebatan adalah METODE PENGAKUAN KEUNTUNGAN MURABAHAH.
Menurut AAOIFI :
Dalam Fatwa DSN MUI No.84 Tahun 2012 Tentang Metode Pengakuan Keuntungan Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah dijelaskan bahwa ada DUA METODE Pengakuan Keuntungan Murabahah :
Menurut AAOIFI :
Lembaga Keuangan Syariah tidak dilarang untuk menggunakan metode yang diterima (dibolehkan) oleh syariah dan 'urf dalam menghitung keuntungan (murabahah) sesuai jangka waktu pembiayaan, antara lain metode penghitungan keuntungan berdasarkan prosentase atas jumlah total harga/pembiayaan dalam satu tahun, selama jangka waktu pembiayaan (thariqah al-hisab allati ta'tamidu 'ala tahdid al-ribh nisbatan 'ala kamil al-mablagh sanawiyan li kamil al-muddah), atau metode penghitungan secara menurun (thariqah al-hisab al-tanazuliyah), yaitu penghitungan keuntungan berdasarkan sisa pembiayaan yang menjadi tanggungjawab nasabah sesuai dengan jadual angsuran. Dalam kedua metode tersebut, pada saat akad total harga jual harus disebutkan dalam bentuk nominal. (al-Ma'ayir al-Syar'iyah li al-Muraja'ah al-Islamiyah, Mi'yar No. 47, Hai'ah al-Muraja'ah wa al-Muhasabah al-Islamiyah, Bahrain, hlm. 63)
Dalam Fatwa DSN MUI No.84 Tahun 2012 Tentang Metode Pengakuan Keuntungan Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah dijelaskan bahwa ada DUA METODE Pengakuan Keuntungan Murabahah :
- METODE PROPORSIONAL (Thariqah Mubasyirah)
"Pengakuan keuntungan yang dilakukan secara proporsional atas jumlah piutang (harga jual, tsaman) yang berhasil ditagih dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih (al-atsman al-muhashshalah)";
- METODE ANUITAS (Thariqah al-Hisab al-Tanazuliyyah/Thariqah al-Tanaqushiyyah)
"Pengakuan keuntungan yang dilakukan secara proporsional atas jumlah sisa harga pokok yang belum ditagih dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah sisa harga pokok yang belum ditagih (al-atsman al-mutabaqqiyah)";
Lantas Metode mana yang boleh digunakan ? Secara Proporsional atau Anuitas ?
Metode pengakuan keuntungan Murabahah dan Pembiayaan Murabahah BOLEH dilakukan secara proporsional dan secara anuitas dengan mengikuti ketentuan-ketentuan berikut ini :
- Pengakuan keuntungan murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh para pedagang (al-tujjar), yaitu secara proporsional boleh dilakukan selama sesuai dengan ‘urf (kebiasaan) yang berlaku di kalangan para pedagang;
- Pengakuan keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh dilakukan secara Proporsional dan secara Anuitas selama sesuai dengan ‘urf (kebiasaan) yang berlaku di kalangan LKS;
- Pemilihan metode pengakuan keuntungan al-Tamwil bi al- Murabahah pada LKS harus memperhatikan mashlahah LKS bagi pertumbuhan LKS yang sehat;
- Metode pengakuan keuntungan at-Tamwil bi al-Murabahah yang ashlah dalam masa pertumbuhan LKS adalah metode Anuitas;
- Dalam hal LKS menggunakan metode pengakuan keuntungan at-Tamwil bi al-Murabahah secara anuitas, porsi keuntungan harus ada selama jangka waktu angsuran; keuntungan at-tamwil bi al-murabahah (pembiayaan murabahah) tidak boleh diakui seluruhnya sebelum pengembalian piutang pembiayaan murabahah berakhir/lunas dibayar.
Sedang Dalam PSAK 102 Akuntansi Murabahah (Revisi 2013, menyesuaikan dengan Fatwa no 84 tahun 2012) pada paragraf 23 poin (b) dijelaskan metode - metode pengakuan keuntungan murabahah yang digunakan adalah:
- Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Metode ini terapan untuk murabahah tangguh di mana resiko penagihan kas dari piutang murabahah dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya relatif kecil.
- Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang murabahah. Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih relatif besar dan/atau beban untuk mengelola dan menagih piutang tersebut relatif besar juga.
- Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh di mana risiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar. Dalam praktik, metode ini jarang dipakai, karena transaksi murabahahtangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada kepastian yang memadai akan penagihan kasnya.
(24) Pengakuan keuntungan, dalam paragraf 23 (b) (2), dilakukan secara proporsional atas jumlah piutang yang berhasil ditagih dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih. Persentase keuntungan dihitung dengan perbandingan antara margin dan biaya perolehan aset murabahah.
Jika membaca penjelasan antara Fatwa DSN MUI No. 84 dengan PSAK 102 dapat disimpulkan bahwa Fatwa DSN MUI cenderung menganjurkan penggunaan metode Anuitas dalam pengakuan keuntungan Murabahah, sedang PSAK 102 lebih menganjurkan Metode Proporsional.
APA PERBEDAAN METODE PROPORSIONAL DAN ANUITAS ? DAN APA IMPLIKASINYA PADA STRUKTUR KEUANGAN SYARIAH ? Akan dibahas pada artikel berikutnya...:)
Terimakasih telah berkunjung ke blog Gustani.ID, Semoga bermanfaat !
EmoticonEmoticon