Secara legalitas, hampir seluruh BMT di Indonesia
berbadan hukum koperasi. Sebelum tahun 2011, standar akuntansi keuangan entitas
koperasi mengacu pada PSAK 27 tentang Akuntansi Koperasi. Namun pada 8 April
2011, DSAK mengeluarkan Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan 8
(PPSAK 8) atas pencabutan PSAK 27 Akuntansi Koperasi. Hal ini tidak terlepas
dari proses konvergensi IFRS yang dilakukan IAI terhadap standar akuntansi
keuangan di Indonesia dimana PSAK entitas, serta membagi SAK kedalam tiga pilar
utama yaitu SAK Umum, SAK Syariah, dan SAK ETAP. Kementrian KUKM melalui Permen
KUKM No.04/per/M.KUKM/VII/2012 tentang Pedoman Akuntansi Koperasi menetapkan
bahwa koperasi menggunakan SAK ETAP. Jadi secara umum koperasi di Indonesia
menggunakan SAK ETAP, termasuk BMT yang secara legalitas berbadan hukum
koperasi.
Mengingat BMT merupakan entitas syariah yang melakukan
sebagaian besar transaksi berbasis syariah, maka BMT diwajibkan menggunakan SAK
Syariah, sebab SAK ETAP tidak mengatur transaksi syariah, sedang untuk
transaksi umum BMT dapat menggunakan SAK ETAP. Jadi secara umum BMT di
Indonesia dapat menggunakan SAK Syariah dan SAK ETAP. Selain
menggunakan SAK Syariah dan SAK ETAP, BMT dalam menjalankan proses akuntansi
pada transaksinya juga merujuk pada peraturan-peraturan pemerintah yang
berkaitan dengan pengaturan akuntansi untuk koperasi asal tidak bertentangan
dengan prinsip syariah. Setidaknya ada dua permen KUKM yang telah dikeluarkan
yang berkaitan dengan akuntansi koperasi yaitu Permen
KUKM No.04/per/M.KUKM/VII/2012 tentang Pedoman Akuntansi dan Permen KUKM No. 35.2/PER/M.KUKM/X/2007 Tentang Pedoman Standar Operasional
Manajemen KJKS dan UJKS.