|
Saya sedang menjalani sidang Skripsi di STEI SEBI di awal tahun 2013 |
Oleh : Gustani, SEI.,M.Ak.,SAS
ISR pertama kali digagas oleh Ross Haniffa pada
tahun 2002 dalam tulisannya yang berjudul “Social Reporting Disclosure: An
Islamic Perspective”. ISR lebih lanjut dikembangkan secara lebih ekstensif
oleh Rohana Othman, Azlan Md Thani, dan Erlane K Ghani pada tahun 2009 di
Malaysia dan saat ini ISR masih terus dikembangkan oleh peneliti-peneliti
selanjutnya. Menurut Haniffa (2002) terdapat banyak keterbatasan dalam
pelaporan sosial konvensional, sehingga ia mengemukakan kerangka konseptual ISR
yang berdasarkan ketentuan syariah. ISR tidak hanya membantu pengambilan
keputusan bagi pihak muslim melainkan juga untuk membantu perusahaan dalam
melakukan pemenuhan kewajiban terhadap Allah dan masyarakat.
ISR adalah standar pelaporan kinerja sosial
perusahaan-perusahaan yang berbasis syariah. Indeks ini lahir dikembangkan
dengan dasar dari standar pelaporan berdasarkan AAOIFI yang kemudian
dikembangkan oleh masing-masing peneliti berikutnya. Secara khusus indeks ini
adalah perluasan dari standar pelaporan kinerja sosial yang meliputi harapan
masyarakat tidak hanya mengenai peran perusahaan dalam perekonomian, tetapi
juga peran perusahaan dalam perspektif spiritual. Selain itu indeks ini juga
menekankan pada keadilan sosial terkait mengenai lingkungan, hak minoritas, dan
karyawan (Fitria dan Hartati, 2010).
Bentuk Akuntabilitas dan Transparansi dalam ISR
Tujuan
ISR:
- Sebagai bentuk akuntablitas kepada Allah SWT
dan masyarakat
- Meningkatkan transparansi kegiatan bisnis
dengan menyajikan informasi yang relevan dengan memperhatikan kebutuhan
spiritual investor muslim atau kepatuhan syariah dalam pengambilan keputusan.
|
Bentuk
Akuntabilitas:
1.
Menyediakan
prduk yang halal dan baik
2.
Memenuhi
hak-hak Allah dan masyarakat
3.
Mengejar
keuntungan yang wajar sesuai dengan prinsip Islam
4.
Mencapai
tujuan usaha bisnis
5.
Menjadi
karyawan dan masyarakat
6.
Memastikan
kegiatan usaha yang berkelanjutan secara ekologis
7.
Menjadikan
pekerjaan sebagai bentuk ibadah
|
Bentuk
Transparansi:
1.
Memberikan
informasi mengenai semua kegiatan halal dan haram dilakukan
2.
Memberikan
informasi yang relevan mengenai pembiayaan dan kebijakan investas
3.
Memberikan
informasi yang relevan mengenai kebijakan karyawan
4.
Memberikan
informasi yang relevan mengenai hubungan dengan masyarakat
5.
Memberikan
informasi yang relevan mengenai penggunaan sumber daya dan perlindungan
lingkungan
|
Sumber:
diolah dari Haniffa (2002), 2013
Indeks ISR
Indeks
ISR adalah item-item pengungkapan yang digunakan sebagai indikator dalam
pelaporan kinerja sosial institusi bisnis syariah. Haniffa (2002) membuat lima
tema pengungkapan Indeks ISR, yaitu Tema Pendanaan dan Investasi, Tema Produk
dan Jasa, Tema Karyawa, Tema Masyarakat, dan Tema Lingkungan Hidup. Kemudian
dikembangkan oleh Othman et al (2009) dengan menambahkan satu tema pengungkapan
yaitu tema Tata Kelola Perusahaan.
Setiap
tema pengungkapan memiliki sub-tema sebagai indikator pengungkapan tema tersebut.
Beberapa peneliti Indeks ISR sebelumnya memiliki perbedaan dalam hal jumlah
sub-tema yang digunakan, tergantung objek penelitian yang digunakan.
1. Pendanaan dan Investasi (Finance & Investment)
Konsep dasar pada tema ini adalah tauhid, halal
& haram, dan wajib. Beberapa informasi yang diungkapkan pada tema ini
menurut Haniffa (2002) adalah praktik operasional yang mengandung riba,
gharar, dan aktivitas pengelolaan zakat. Sakti (2007) menjelaskan bahwa
secara literatur riba adalah tambahan, artinya setiap tambahan atas
suatu pinjaman baik yang terjadi dalam transaksi utang-piutang maupun
perdagangan adalah riba. Kegiatan yang mengandung riba dilarang dalam Islam,
sebagaimana ditegaskan Allah dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 278-279. Salah
satu bentuk riba di dunia perbankan adalah pendapatan dan beban bunga.
Kegiatan yang mengandung gharar pun
merupakan yang terlarang dalam Islam. Gharar adalah situasi dimana
terjadi incomplete information karena adanya uncertainty to both
parties. Praktik gharar dapat terjadi dalam empat hal, yaitu
kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan. Contoh transaksi modern yang
mengandung riba adalah transaksi lease and purchace, karena
adanya ketidak jelasan antara transaksi sewa atau beli yang berlaku (Karim,
2004). Bentuk lain dari gharar adalah future on delivery trading
atau margin trading, jual-beli valuta asing bukan transaksi komersial (arbitage
baik spot maupun forward, melakukan penjualan melebihi jumlah
yang dimiliki atau dibeli (short selling), melakukan transaksi pure
swap, capital lease, future, warrant, option, dan transaksi
derivatif lainnya (Arifin,2009).
Aspek lain yang harus diungkapkan oleh entitas
syariah adalah praktik pembayaran dan pengelolaan zakat. Entitas syariah berkewajiban
untuk mengeluarkan zakat dari laba yang diperoleh, dalam fikh kontemporer di
kenal dengan istilah zakat perusahaan. Berdasarkan AAOIFI, perhitungan zakat
bagi entitas syariah dapat menggunakan dua metode. Metode pertama, dasar
perhitungan zakat perusahaan dengan menggunakan metode net worth
(kekayaan bersih). Artinya seluruh kekayaan perusahaan, termasuk modal dan
keuntungan harus dihitung sebagai sumber yang harus dizakatkan. Metode kedua,
dasar perhitungan zakat adalah keuntungan dalam setahun (Hakim,2011). Selain
itu bagi bank syariah berkewajiban untuk melaporkan laporan sumber dan
penggunaan dana zakat selama periode dalam laporan keuangan. Bahkan jika bank
syariah belum melakukan fungsi zakat secara penuh, bank syariah tetap
menyajikan laporan zakat (PSAK 101, 2011).
Pengungkapan selanjutnya yang merupakan
penambahan dari Othman et al (2009) adalah kebijakan atas keterlambatan
pembayaran piutang dan kebangkrutan klien, neraca dengan nilai saat ini (Current
Value Balance Sheet ), dan laporan nilai tambah (Value added statement).
Terkait dengan kebijakan atas keterlambatan pembayaran piutang dan
kebangkrutan klien Untuk meminimalisir resiko pembiayaan, Bank Indonesia
mengharuskan bank untuk mencadangkan penghapusan bagi aktiva-aktiva produktif yang
mungkin bermasalah, praktik ini disebut pencadangan penghapusan piutang tak
tertagih (PPAP). Dalam fatwa DSN MUI ditetapkan bahwa pencadangan harus diambil
dari dana (modal/keuntungan) bank. Sedang menurut AAOIFI, pencadangan
disisihkan dari keuntungan yang diperoleh bank sebelum dibagikan ke nasabah.
Ketentuan PPAP bagi bank syariah juga telah diatur dalam PBI No.5 Tahun 2003.
Pengungkapan lainya adalah Neraca menggunakan
nilai saat ini (current value balance sheet/CVBS) dan laporan nilai
tambah (value added statement/VAS). Menurut Nurhayati dan Wasilah (2009)
metode CVBS digunakan untuk mengatasi kelemahan dari metode historical cost
yang kurang cocok dengan perhitungan zakat yang mengharuskan perhitungan
kekayaan dengan nilai sekarang. Sedang VAS menurut Harahap (2008) adalah berfungsi
untuk memberikan informasi tentang nilai tambah yang diperoleh perusahaan dalam
periode tertentu dan kepada pihak mana nilai tambah itu disalurkan. Dua
sub-tema ini tidak digunakan dalam penelitian ini, karena belum diterapkan di
Indonesia.
Menurut Haniffa dan Hudaib (2007) aspek lain
yang perlu diungkapkan pada tema ini adalah jenis investasi yang dilakukan oleh
bank syariah dan proyek pembiayaan yang dijalankan. Aspek ini cukup diungkapkan
secara umum.
2. Produk dan Jasa (Products and Services)
Menurut Othman et al (2009) beberapa aspek yang
perlu diungkapkan pada tema ini adalah status kehalalan produk yang digunakan
dan pelayanan atas keluhan konsumen. Dalam konteks perbankan syariah, maka
status kehalalan produk dan jasa baru yang digunakan adalah melalui opini yang
disampaikan oleh DPS untuk setiap produk dan jasa baru.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan
independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada bank
syariah. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah
dan pengetahuan umum bidang perbankan. Tugas utama DPS adalah mengawasi
kegiatan usaha bank agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah
yang telah difatwakan oleh DSN. DPS juga memiliki fungsi sebagai mediator
antara bank dan DSN dalam pengkomunikasian dalam pengembangan produk baru bank
syariah. oleh karena itu, setiap produk baru bank syariah harus mendapat
persetujuan dari DPS (Wiroso,2009). Hal ini penting bagi pemangku kepentingan
Muslim untuk mengetahui apakah produk bank syariah terhindar dari hal-hal yang
dilarang syariat.
Selain itu pelayanan atas keluhan nasabah harus
juga menjadi prioritas bank syariah dalam rangka menjaga kepercayaan nasabah.
Saat ini hampir seluruh bisnis mengedepankan aspek pelayanan bagi konsumen atau
nasabah mereka. Karena pelayanan yang baik akan berdampak pada tingkat
loyalitas nasabah.
Hal lain yang harus diungkapkan oleh bank
syariah menurut Haniffa dan Hudaib (2007) adalah glossary atau definisi setiap
produk serta akad yang melandasi produk tersebut. Hal ini mengingat akad-akad
di bank syariah menggunakan istilah-istilah yang masih asing bagi masyarakat,
sehingga perlu informasi terkait definisi akad-akad tersebut agar mudah
dipahami oleh pengguna informasi.
3. Karyawan (Employees)
Dalam ISR, segala sesuatu yang berkaitan dengan
karyawan barasal dari konsep etika amanah dan keadilan. Menurut Haniffa (2002)
dan Othman dan Thani (2010) memaparkan
bahwa masyarakat Muslim ingin mengetahui apakah karyawan-karyawan perusahaan
diperlakukan secara adil dan wajar melalui informasi-informasi yang
diungkapkan. Beberapa informasi yang berkaitan dengan karyawan menurut Haniffa (2002) dan Othman et al (2009)
diantaranya jam kerja, hari libur, tunjangan untuk karyawan, dan pendidikan dan
pelatihan karyawan.
Beberapa aspek lainya yang ditambahkan oleh
Othman et al (2009) adalah kebijakan remunerasi untuk karyawan, kesamaan
peluang karir bagi seluruh karyawan baik pria maupun wanita, kesehatan dan
keselamatan kerja karyawan, keterlibatan karyawan dalam beberapa kebijakan
perusahaan, karyawan dari kelompok khusus seperti cacat fisik atau korban
narkoba, tempat ibadah yang memadai, serta waktu atau kegiatan keagamaan untuk
karyawan. Selain itu, Haniffa dan Hudaib (2007) juga menambahkan beberapa aspek
pengungkapan berupa kesejahteraan karyawan dan jumlah karyawan yang
dipekerjakan.
4. Masyarakat (Community Involvement)
Konsep dasar yang mendasari tema ini adalah ummah,
amanah, dan ‘adl. Konsep tersebut menekankan pada pentingnya saling
berbagi dan saling meringankan beban masyarakat. Islam menekankan kepada
umatnya untuk saling tolong-menolong antar sesama. Bentuk saling berbagi dan
tolong-menolong bagi bank syariah dapat dilakukan dengan sedekah, wakaf, dan qard.
Jumlah dan pihak yang menerima bantuan harus diungkapkan dalam laporan tahuanan
bank syariah. Hal ini merupakan salah satu fungsi bank syariah yang diamanahkan
oleh Syariat dan Undang-Undang.
Beberapa aspek pengungkapan tema masyarakat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sedekah, wakaf, dan pinjaman kebajikan (Haniffa,2002). Sedang beberapa
aspek lainya yang dikembangkan oleh Othman et al (2009) diantaranya adalah
sukarelawan dari kalangan karyawan, pemberian beasiswa pendidikan, pemberdayaan
kerja para lulusan sekolah atau mahasiswa berupa magang, pengembangan generasi
muda, peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat miskin, kepedulian terhadap
anak-anak, kegiatan amal atau sosial, dan dukunga terhadap kegiatan-kegiatan
kesehatan, hiburan, olahraga, budaya, pendidikan dan agama.
5. Lingkungan Hidup (Environment)
Konsep yang mendasari tema ini adalah mizan,
i’tidal, khilafah, dan akhirah. Konsep-konsep tersebut menekankan
pada prinsip keseimbangan, kesederhanaan, dan tanggung jawab dalam menjaga
lingkungan. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa menjaga,
memelihara, dan melestasikan bumi. Allah menyediakan bumi dan seluruh isinya
termasuk lingkungan adalah untuk manusia kelola tanpa harus merusaknya. Namun
watak dasar manusia yang rakus telah merusak lingkungan ini.
Hal ini telah Allah isyaratkan dalam firmannya:
“telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).” (Q.S Ar Ruum: 41)
Informasi yang diungkapkan dalam tema
lingkungan diantaranya adalah konservasi lingkungan hidup, tidak membuat polusi
lingkungan hidup, pendidikan mengenai lingkungan hidup, penghargaan di bidang
lingkungan hidup, dan sistem manajemen lingkungan (Haniffa, 2002; Othman et al,
2009; Haniffa dan Hudaib, 2007).
6. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Konsep yang mendasari tema ini adalah konsep
khilafah. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
“ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para
Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui." (Q.S Al Baqarah:30).
Tema tata kelola perusahaan dalam ISR merupakan
penambahan dari Othman et al (2009) dimana tema ini tidak bisa dipisahkan dari
perusahaan guna memastikan pengawasan pada aspek syaraiah perusahaan. Secara
formal corporate governance dapat didefinisikan sebagai sistem hak,
proses, dan kontrol secara keseluruhan yang ditetapkan secara internal dan
eksternal atas manajemen sebuah entitas bisnis dengan tujuan untuk melindungi
kepentingan-kepentingan stakeholder. Menurut Muhammad (2005) Corporate
governance bagi perbankan syariah memiliki cakupan yang lebih luas, karena
memiliki kewajiban untuk mentaati seperangkat peraturan yang khas yaitu hukum
syariat dan harapan kaum muslim.
Informasi yang diungkapkan dalam tema tata
kelola perusahaan adalah status kepatuhan terhadap syariah, rincian nama dan
profil direksi, DPS dan komisaris,
laporan kinerja komisrais, DPS, dan direksi, kebijakan remunerasi
komisaris, DPS, dan direksi, laporan pendapatan dan penggunaan dana non halal,
laporan perkara hukum, struktur kepemilikan saham, kebijakan anti korupsi, dan
anti terorisme.
Dalam implementasinya di Indonesia prinsip GCG
di dunia perbankan telah diatur dalam PBI No. 8 Tahun 2006 mengenai
Implementasi Tata Kelola Perusahaan oleh Bank Komersial termasuk bank berbasis
syariah.
* Diambil dari Skripsi saya yang berjudul Analisis Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial Bank Syariah Berdasarkan Islamic Social Reporting Index (Indeks ISR)