Karim (2003) dalam bukunya yang berjudul Bank Islam, Analisi Fiqh dan Keuangan, menjelaskan bahwa bangunan ekonomi Islam didasarkan
atas lima nilai universal, yaitu:
1. Tauhid (Keimanan).
Tauhid merupakan fondasi ajaran Islam. Dengan tauhid, manusia secara
menyeluruh akan menyerahkan segala aktifitasnya kepada Allah. Oleh karena itu,
segala aktifitas akan selalu dibingkai dalam kerangka hubungan kepada Allah.
2.
‘Adl (Keadilan).
Dalam Islam, adil didefinisikan sebagai tindakan tidak
menzhalimi dan dizhalimi. Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku
ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejarkan keuntungan pribadi, namun merugikan
orang lain atau merusak alam.
3.
Nubuwwah (Kenabian).
Salah
satu fungsi dari Rasul adalah untuk menjadi model terbaik bagi manusia yang
harus diteladani untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Nabi Muhammad
adalah model terbaik yang utus Allah untuk dijadikan tauladan oleh seluruh
manusia. Keteladanan Nabi Muhammad mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk
teladan dalam bertransaksi ekonomi dan bisnis. Empat sifat utama Nabi yang
dapat dijadikan teladan adalah siddiq, amanah, fathanah, dan tabligh.
4.
Khalifah
(Pemerintahan).
Dalam
Al Quran, Allah menyebutkan bahwa manusia diciptakan adalah untuk menjadi khalifah
dibumi[1].
Peran khalifah adalah untuk menjadi pemimpin dan pemakmur bumi.
5.
Ma’ad (Hasil).
Implikasi nilai
ini adalah dalam perekonomian dan bisnis bahwa motivasi para pelaku bisnis
adalh untuk mendapatkan hasil di dunia (laba/profit) dan hasil di akhirat
(pahala).
Kelima nilai dasar ini menjadi dasar inspirasi untuk untuk menyusun
proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi Islam. Dari kelima nilai-nilai universal
tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal
bakal sistem ekonomi Islam. Ketiga prinsip derivatif itu adalah:
1.
Multitype
ownership (Kepemilikan Multijenis)
Nilai
tauhid dan keadilan melahirkan konsep Multitype ownership atau kepemilikan
multijenis. Dalam sistem ekonomi kapitalis, prinsip umum kepemilikan yang
berlaku adalah kepemilikan swasta atau pemodal, sedang dalam sistem ekonomi
sosialis yang berlaku adalah kepemilikan negara. Dalam sistem ekonomi Islam,
mengakui bermacam bentuk kepemilikan, baik oleh swasta, negara, atau campuran.
2.
Freedom
to act (Kebebasan bertindak dan berusaha)
Keempat
sifat utama Nabi jika digabungkan dengan nilai keadilan dan nilai khalifah akan
melahirkan prinsip freedom to act atau kebebasan bertindak dan berusaha
bagi setiap muslim. Islam memberikan kebebasan kepada setiap muslim dalam hal Muamalah,
namun kebebasan tersebut memiliki batasan-batasan yang tidak boleh
dilanggar.
3.
Social
justice (Keadilan Sosial)
Prinsip Social
Justice lahir dari gabungan nilai khalifah dan nilai ma’ad. Semua sistem
ekonomi yang ada pasti memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menciptakan sistem
perekonomian yang adil. Keadilan dalam pendistribuasian kekayaan adalah bagian
dari prinsip ekonomi Islam. Islam melarang umatnya untuk menumpuk kekayaan pada
satu kelompok, namun kekayaan haruslah didistrbusikan secara merata. Kewajiban
Zakat, Infak, dan shadaqah bagi golongan yang mampu adalah bentuk
pendistribusian kekayaan dalam ekonomi Islam.
Di atas semua nilai dan prinsip tersebut, dibangunlah konsep yang
memayungi semuanya, yaitu konsep Akhlak. Akhlak menempati posisi puncak,
karena inilah yang menjadi tujuan Islam dan dakwah para Nabi[2].
Akhlaq inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam
melakukan aktivitasnya.
Prinsip-prinsip ekonomi Islam yang telah dijelaskan diatas
membentuk keseluruhan kerangka ekonomi Islam, jika digambarkan sebuah bangunan
ekonomi Islam dapat divisualisasikan sebagai berikut:
Terimakasih telah berkunjung ke blog Gustani.ID, Semoga bermanfaat !
EmoticonEmoticon